Utang US$ 3,9 miliar membayangi BUMI



JAKARTA. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) sedang berpacu dengan waktu untuk melunasi sejumlah utangnya. Dari laporan keuangan BUMI kuartal I 2015, total pinjaman jangka panjang yang jatuh tempo tahun ini mencapai US$ 3,57 miliar.

Ditambah dengan obligasi konversi senilai US$ 375 juta, total utang BUMI senilai US$ 3,9 miliar sedang dalam proses restrukturisasi. Namun, sudah memasuki Kuartal III tahun ini, proses restrukturisasi itu belum juga mendapat titik terang.

Dileep Srivastava, Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI mengatakan, BUMI sudah membagi tiga tim yang berperan untuk melakukan negosiasi pada tiga kreditur terbesar. Di antaranya adalah China Investment Corporation (CIC) dan bond holder dari obligasi yang diterbitkan tiga anak usahanya di Singapura.


Khusus untuk restrukturisasi obligasi, BUMI memperoleh perpanjangan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) alias moratorium dari pengadilan Singapura. Perpanjangan PKPU ini akan berakhir 24 Oktober mendatang.

Dia berharap bisa mencapai kesepakatan dengan pemegang obligasi pada September mendatang. Namun, ia pun belum bisa memastikan langkah apa yang akan diambil apabila restrukturisasi ini mandek.

"Kami buka seluruh opsi restrukturisasi dan akan dilakukan secepat mungkin," ujar Dileep usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di Jakarta, Kamis (13/8).

Salah satu opsi lain yang tengah dikaji perusahaan milik Bakrie ini adalah dengan mencari investor strategis untuk membantu BUMI menyelesaikan utang. BUMI juga membuka peluang untuk kembali melakukan penukaran saham dengan utang dengan kreditur. "Saya tidak bisa merinci teknisnya, karena semuanya masih kajian terbuka," imbuhnya.

Yang jelas, penyelesaian utang bumi harus dilakukan dengan cara non-tunai. Pasalnya, di tengah kondisi pelemahan pasar batubara seperti ini, belum memungkinkan bagi BUMI untuk menjual asetnya lagi dan memperoleh dana kas untuk bayar utang. "Kami tidak bisa jual aset. Siapa yang mau beli?" kata Dileep.

Sementara penyelesaian utang dengan CIC dilakukan dengan pertukaran saham dengan utang atau debt-to-equity swap. Transaksi itu melibatkan 42% saham anak usaha BUMI, PT Bumi Resoures Mineral Tbk (BRMS) ke CIC.

Transaksi ini belum bisa dilakukan lantaran masih harus menunggu keputusan Pengadilan Singapura. Sebelumnya, CIC juga melakukan barter kepemilikan saham BUMI di PT Kaltim Prima Coal (KPC).

Dileep mengklaim, tahun lalu BUMI sudah mengurangi utang sebesar US$ 950 juta. Harapannya, jika restrukturisasi ini tuntas, utang BUMI bisa berkurang setengahnya menjadi sekitar US$ 1,5 miliar hingga US$ 2 miliar. "Kalau berkurang, kami akan lebih mudah untuk ekspansi," ujarnya. Namun, entah kapan BUMI bisa merealisasikan niatnya itu.

Per Kuartal I-2015, BUMI masih memiliki total liabilitas sebesar US$ 5,7 miliar. BUMI hanya mampu mencetak pendapatan sebesar US$ 10,59 juta, turun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 19,24 juta. Rugi neto BUMI mencapai US$ 387,98 juta.

Sehingga rugi per 1.000 saham dasar mencapai US$ 15,33. Saham BUMI mandek di level Rp 50 per saham pada perdagangan Kamis (13/8).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto