Utang Valas di Luar Negeri Makin Mahal



JAKARTA. Likuiditas yang seret di pasar global menyulitkan perbankan nasional mencari pendanaan valuta asing (valas) dari luar negeri. Kebanyakan bank asing saat ini lebih memprioritaskan pemenuhan kebutuhan valas masing-masing. Akibatnya, bank-bank asing lebih pelit menawarkan kredit.

Kalau pun ada bank asing yang mau memberikan pinjaman, mereka mematok bunga yang amat tinggi. Direktur Treasury dan Internasional PT BNI Tbk. Bien Soebiantoro mengatakan, kenyataan banyak bank asing yang mengerem pinjaman tak berarti mereka tak percaya terhadap bank-bank di Indonesia. "Mereka masih percaya. Tapi bank asing semakin selektif dengan hanya mencari bank-bank yang kuat," kata Bien Selasa, (18/11).

Sikap pilih-pilih bank asing ini muncul karena sumber pendanaan mereka sekarang juga terbatas. Para bankir di luar negeri takut duit yang mereka salurkan ke bank lain menjadi macet.


Bien bercerita, bunga yang dipasang bank asing makin tinggi karena mereka mengubah dasar perhitungan bunga. Dahulu, kebanyakan bank asing mengenakan bunga sebesar London Interbank Offer Rate (LIBOR) plus 250 basis poin (bps) (2,5%) sampai dengan 300 bps (3%). Sekarang, para bankir asing mengenakan bunga berdasarkan ongkos biaya dana atawa cost of fund mereka, "Jadi biaya dana bank asing berapa, lalu ditambah marjin yang mereka inginkan," tambahnya.

Wakil Presiden Direktur Bank BCA Tbk Jahja Setiaatmadja membenarkan penuturan Bien. "Saat ini bunga pinjaman di luar negeri sedang mahal," katanya.

Sejak pertengahan tahun

J.B. Kendarto, Direktur Treasury and International Banking PT Bank Mega Tbk. mengingat, bunga pinjaman di luar negeri mahal sejak enam bulan lalu. "Bunga sudah naik bahkan sudah sebelum Lehman Brothers bangkrut," tuturnya.

Kendarto menambahi bahwa sebelum Lehman menyatakan bangkrut, bank-bank asing sudah mulai mengalami kesulitan likuiditas. Akhirnya, bank-bank asing itu mulai mengerem kredit ke negara lain, termasuk Indonesia. Seingat Kendarto, bahkan saat itu banyak bank asing berskala raksasa sudah mengalami kesulitan likuiditas.

Pasokan likuiditas di pasar global pun terserap untuk memenuhi kebutuhan bank-bank berskala raksasa itu. Kejatuhan Lehman semakin menyurutkan likuiditas yang tersedia.

Kendarto memprediksikan, bank-bank di Indonesia masih bakal kesulitan mendapatkan pinjaman dalam bentuk valas dari luar negeri untuk waktu lama. Alasannya, belum terlihat tanda-tanda berakhirnya krisis likuiditas di luar negeri.

Di saat likuiditas global terbatas, para bankir sepakat korporasi Indonesia yang tak punya kebutuhan mendesak, sebaiknya menunda rencana mencari utang valas dari luar negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie