KONTAN.CO.ID - Perseteruan tidak terduga terjadi pada rapat Dewan Keamanan PBB hari Senin (27/11), melibatkan Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield dan Duta Besar Korea Utara Kim Song. Setelah hampir enam tahun absen di forum tersebut, Korea Utara akhirnya kembali mengirim utusannya ke rapat Dewan Keamanan PBB pada bulan Juli lalu terkait program nuklir dan rudal balistiknya. Dewan Keamanan PBB kembali melakukan pertemuan pada hari Senin untuk membahas peluncuran satelit mata-mata Korea Utara pada 21 November lalu.
Yang menarik, utusan Korea Utara dan Amerika Serikat sempat terlibat adu pendapat yang tidak direncanakan sebelumnya. Masing-masing berpendapat bahwa negara mereka bertindak defensif.
Baca Juga: Korea Utara Sukses Luncurkan Satelit Mata-mata, Meskipun Menuai Kecaman Internasional Tensi meninggi ketika Kim menuduh Amerika Serikat mengancam Korea Utara dengan senjata nuklir. Atas dasar itu, Pyongyang merasa berhak mengambil tindakan pencegahan, termasuk dengan membangun persenjataan. "Salah satu pihak yang berperang, Amerika Serikat, mengancam kami dengan senjata nuklir. Sah bagi DPRK (Korea Utara) untuk mengembangkan, menguji, memproduksi dan memiliki sistem persenjataan yang setara dengan yang telah dimiliki dan dikembangkan oleh Amerika Serikat saat ini," kata Kim, dikutip
Reuters. Dengan nada tinggi, Linda menyangkal tuduhan Kim terkait ancaman penggunaan senjata nuklir oleh AS. Linda justru menganggap bahwa uji coba rudal Korea Utara dilakukan sebagai respons atas latihan militer AS dan para sekutunya di Asia Timur. "Kami dengan tegas menolak klaim tidak jujur DPRK bahwa peluncuran misilnya hanya bersifat defensif. Saya ingin menyampaikan dengan tulus tawaran kami untuk berdialog tanpa prasyarat, DPRK hanya perlu menerimanya," ungkap Linda.
Baca Juga: Kecam Semua Kritik, Korea Utara Janji Akan Luncurkan Lebih Banyak Satelit Mata-Mata Kim menimpali, Korea Utara akan terus memperkuat kemampuan militernya sampai ancaman militer yang terus-menerus dari AS dan sekutunya dihilangkan. Ancaman itu disambut Linda dengan mengatakan Korea Utara terjebak dalam paranoia terhadap potensi serangan AS. Dalam beberapa tahun terakhir Dewan Keamanan PBB terpecah dalam hal mengambil sikap untuk menangani aktivitas Korea Utara. Rusia dan China mengatakan bahwa sanksi yang lebih besar tidak akan membantu dan mereka ingin tindakan seperti itu dilonggarkan. Sikap itu berbanding terbalik dengan mayoritas suara yang dipimpin AS. Pemberian sanksi yang diharapkan Barat pun selalu gagal dicapai karena Rusia dan China memiliki Hak Veto. Rusia dan China juga sepakat menyalahkan latihan militer gabungan AS dan Korea Selatan yang dianggap memprovokasi Korea Utara. AS menuduh dua negara itu sengaja melindungi Korea Utara dari sanksi tambahan.