KONTAN.CO.ID - JAKARTA/SEOUL. Pada Selasa (17/10/2023), perwakilan Khusus AS untuk Korea Utara Sung Kim mengkritik hubungan antara Korea Utara dan Rusia sebagai suatu hal yang "sangat mengkhawatirkan". Kondisi ini terjadi setelah Gedung Putih mengatakan pada pekan lalu bahwa Pyongyang melakukan pengiriman senjata kepada Rusia baru-baru ini. Mengutip
Reuters, berbicara kepada wartawan setelah pertemuan dengan rekan-rekannya dari Korea Selatan dan Jepang di Jakarta, Kim menyebut pengiriman senjata antara kedua negara “berbahaya” dan “mengganggu stabilitas” dan menegaskan kembali komitmen AS untuk melindungi sekutu-sekutunya.
“Pada saat yang sama, kami akan melanjutkan upaya kami untuk melawan WMD (senjata pemusnah massal) dan rudal balistik yang melanggar hukum milik DPRK,” kata Kim dalam sebuah pengarahan. DPRK adalah inisial nama resmi Korea Utara, Republik Rakyat Demokratik Korea. Pertemuan tersebut terjadi beberapa hari setelah tuduhan baru Amerika Serikat bahwa Korea Utara baru-baru ini memberikan Rusia pengiriman senjata dalam jumlah besar, yang menurut mereka merupakan indikasi perluasan hubungan militer antara kedua negara.
Baca Juga: Soal Korea Utara, Rusia Tegaskan Tidak Melanggar Sanksi PBB Seperti yang diberitakan sebelumnya, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un melakukan perjalanan yang jarang terjadi ke Rusia untuk bertemu dengan Presiden Vladimir Putin bulan lalu. Kondisi tersebut meningkatkan kekhawatiran bahwa mereka dapat menopang militer Rusia di Ukraina. Sebagai imbalannya, Korea Utara memperoleh teknologi rudal yang dilarang berdasarkan resolusi PBB. Menurut media pemerintah Korea Utara KCNA dan kementerian luar negeri Rusia, Menteri luar negeri Rusia Sergei Lavrov, bakal mengunjungi Korea Utara pada minggu ini.
Kerjasama 3 negara
Sementara itu, sebagai tanda lebih lanjut dari meningkatnya kerja sama keamanan trilateral, Korea Selatan, Amerika Serikat dan Jepang telah menyelesaikan pekerjaan hotline komunikasi tiga arah. Hal tersebut diberitakan kantor berita Yonhap pada hari Selasa dengan mengutip seorang pejabat senior Seoul. Para pemimpin ketiga negara mengumumkan komitmen untuk saling berkonsultasi pada saat krisis pada pertemuan puncak di Camp David pada bulan Agustus. Uji teknis sistem telah selesai, kata Yonhap, mengutip sumber anonim. Hotline ini akan digunakan oleh para pemimpin atau penasihat keamanan nasional utama mereka pada saat terjadi krisis keamanan.
Kementerian luar negeri Korea Selatan tidak segera mengkonfirmasi laporan tersebut.
Baca Juga: Korea Selatan Menduga Ada Aliran Senjata Korea Utara Menuju Hamas Pada hari Selasa, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol berjanji untuk meningkatkan industri pertahanan sebagai bagian penting dari strategi keamanan nasional. Pyongyang telah berulang kali mengkritik Amerika Serikat atas penempatan aset-aset strategis di wilayah tersebut, termasuk kedatangan kapal induk Amerika baru-baru ini, dan menyebutnya sebagai sebuah aksi provokasi.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie