UU Anti Deforestasi Uni Eropa Bisa Berdampak Langsung ke Petani Sawit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan Undang-Undang (UU) Anti Deforestasi Uni Eropa dinilai akan berdampak langsung terhadap petani sawit di Indonesia.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengatakan, UU Anti Deforestasi Uni Eropa akan menyulitkan pengusaha dalam hal urusan dokumen. Sementara, jika ekspor terhambat maka yang paling akan terdampak adalah petani sawit.

"Kalau Tadan Buah Segar (TBS) sawit tidak tertampung akan ada gejolak sosial kemudian yang akan terjadi malah menambah kemiskinan," kata Eddy dalam diskusi UU Anti Deforstasi di Kementerian Perdagangan, Selasa (1/8).


Baca Juga: Bukan Cuma Rugikan Negara Lain, UU Anti Deforetasi Juga Rugikan Uni Eropa Sendiri

Pemberlakuan UU Anti Deforestasi Uni Eropa memungkinkan Indonesia masuk dalam daftar kategori resiko tertinggi akan deforestasi yang ditetapkan Uni Eropa.

Agar Indonesia tetap bisa melakukan eksportasi maka Indonesia perlu membuktikan bahwa produk tersebut tidak berasal dari lahan yang baru saja digunduli atau berkontribusi terhadap degradasi hutan.

"Bayangkan dari satu pengapalan itu terdiri dari beberapa pabrik kelapa sawit yang menampung ratusan sawit petani. Jadi setiap pengapalan berapa dokumen yang harus disiapkan. Ini sangat menyulitkan," jelas Eddy.

Sebelumnya, Meneteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas menyebut bahwa UU Anti Deforestasi ini memang kebijakan deskriminatif yang dilakukan oleh Uni Eropa.

Akibat kebijakan ini sekitar US$ 6,7 miliar ekpor RI ke Uni Eropa berpotensi terhambat. Nilai tersebut merupakan sumber mata pencaharian sebanyak 8 juta petani sawit, kakao, karet, kopi di Indonesia.

"Jadi UU Anti Deforestasi ini akan sangat mengganggu kita, walaupun memang belum sekarang berlaku. Kan ada tahapan-tahapannya ya sampai 2025, tapi kan 2025 udah besok sebentar lagi ya kan," kata Zulhas.

Baca Juga: Indonesia Bisa Rugi US$ 6,7 Milar dari Berlakunya UU Anti Deforestasi Uni Eropa

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat