UU belum dijalankan, pengusaha minta UU JPH tak masuk dalam cipta kerja



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha meminta agar Undang Undang (UU) nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) tak masuk dalam Rancangan UU Cipta Kerja. Pasalnya sampai saat ini, UU yang seharusnya berlaku Oktober 2019 lalu masih belum berjalan.

Padahal isi dari UU tersebut dinilai telah komprehensif. "Tidak ada gunanya dimasukkan dalam omnibus law," ujar Ketua Kadin Komite Timur Tengah dan OKI, Mohammad Bawazeer saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (21/6).

Bawazeer bilang sejumlah kejanggalan terdapat dalam perubahan UU JPH tersebut. Ia menegaskan UU JPH telah mempermudah proses sertifikasi halal melalui pembentukan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).


Baca Juga: Libatkan ormas Islam, BPJPH yakin bisa mempercepat proses sertifikasi halal

Keberadaan LPH tak mengubah posisi Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai pembuat fatwa halal. Sementara dalam RUU Cipta Kerja, posisi MUI dilakukan pula oleh Organisasi Masyarakat (Ormas) berbasis agama islam yang berbadan hukum.

Pada revisi tersebut disampaikan Badan Penyelenggara JPH bekerja sama dengan MUI dan ormas islam berbadan hukum. Penetapan kehalalan produk diterbitkan MUI dan Ormas Islam yang berbadan hukum.

Bawazeer juga mempertanyakan mengenai pernyataan diri pelaku usaha mikro dan kecil mengenai kehalalan produk. Padahal dalam UU JPH seluru usaha termasuk usaha mikro dan kecil wajib melakukan sertifikasi halal. "Ada usulan untuk melakukan self declare halal, bagaimana mengontrol suatu proses halal karena banyak kejadian barang non halal di UKM," terang Bawazeer.

Baca Juga: DPR masih godok otoritas MUI dalam sertifikasi halal di RUU Cipta Kerja

Bawazeer bilang UU JPH perlu dijalankan terlebih dahulu untuk melihat proses sertifikasi tersebut. Bila LPH sudah mulai beroperasi diyakini proses sertifikasi akan lebih cepat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati