KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan perlindungan kepada petani, peternak hingga pengusaha kecil dan mikro konsisten diberikan meskipun terdapat berbagai perubahan aturan yang dimuat dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Staf Ahli Menteri Pertanian bidang Pengembangan Bio Industri Bambang menjelaskan, perlindungan kepada petani ini tetap diberikan mengingat Undang-Undang nomor 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani khususnya pasal 7 bersifat tetap dan tidak dihabis. "Strategi perlindungan petani dilakukan melalui prasarana dan saprodi tani, kepastian usaha, harga komoditas tani, penghapusan praktek ekonomi berbiaya tinggi, ganti rugi gagal panen akibat kejadian luar biasa, sistem peringatan dini dan penanganan dampak perubahan iklim, asuransi pertanian," ujar Bambang kepada Kontan.co.id, Minggu (11/10).
Dalam aturan tersebut terdapat beberapa aturan mengenai pertanian yang berubah. Beberapa di antaranya seperti Undang-Undang nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan beberapa aturan lainnya.
Baca Juga: SPI tolak UU Cipta Kerja karena mengancam keberlangsungan petani kecil Bambang menjelaskan, adanya perubahan Undang-Undang terkait pangan ke dalam UU Cipta Kerja ini merupakan kesadaran Indonesia sebagai bagian dari sistem perdagangan internasional. Menurutnya, selain Indonesia membutuhkan impor, Indonesia perlu melakukan ekspor. "Oleh karena itu komitmen dari semua anggota WTO untuk mematuhi ketentuan perdagangan internasional menjadi penting untuk dipatuhi agar Indonesia tidak dikucilkan dari sistem perdagangan dunia," kata Bambang. Menurut Bambang, ketentuan WTO yang harus dipatuhi yakni semua anggota WTO sepakat untuk tidak membuat pembatasan dan larangan perdagangan, juga tidak dapat melakukan diskriminasi. Menurutnya, bila Indonesia ingin melakukan ekspor, maka Indonesia harus siap melakukan impor. Dia juga menjelaskan, saat ini Indonesia tengah menghadapi sengketa di WTO terkait tuntutan Amerika Serikat dan Selandia Baru karena Indonesia dianggap melanggar aturan WTO yakni melakukan pembatasan dan pelarangan perdagangan (
self sufficiency). "Dan bila tidak melakukan perubahan mereka menuntut akan mengenakan retaliasi," ujar Bambang. Salah satu ketentuan yang diubah dalam UU Cipta Kerja adalah pasal 1 angka 7 UU nomor 18/2012 tentang Pangan, dimana disebutkan bahwa ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri, cadangan pangan nasional, dan impor pangan. Sementara sebelum diubah, pasal tersebut menyebut bahwa ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Perubahan lain dalam UU Cipta Kerja bisa dilihat pada UU tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan seperti yang diubah dengan UU nomor 14 tahun 2014. Disebutkan bahwa pemasukan ternak dan produk hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dengan memperhatikan kepentingan peternak. Padahal sebelumnya, aturan ini berbunyi pemasukan ternak dan produk hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan apabila produksi dan pasokan ternak dan produk hewan di dalam negeri belum mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat. Tak hanya itu, dalam UU Cipta Kerja, pasal 88 ayat 2 UU Hortikultura menyebut Impor produk hortikultura dapat dilakukan setelah memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat.
Baca Juga: Ini upaya Kemendag stabilkan harga barang kebutuhan pokok saat pandemi Sementara sebelumnya, disebutkan, impor produk hortikultura dapat dilakukan setelah mendapat izin dari menteri yang bertanggungjawab di bidang perdagangan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri.
Meski begitu, Bambang pun memastikan berbagai ketentuan teknis terutama mengenai impor dan peningkatan produksi pangan nasional akan diatur melalui Peraturan Pemerintah. Menurutnya, Indonesia terus berupaya melakukan swasembada pangan, tetapi bila hal tersebut belum tercapai maka impor harus tetap dilakukan. "Secara jelas kebijakan impor tetap memperhatikan perlindungan kepada petani nelayan dan peternak dan seterusnya," ujar Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi