UU IKN Direvisi, Berikut 9 Poin Usulan Pemerintah kepada DPR



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Rapat Kerja antara Komisi II DPR membahas revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Senin (21/8/2023), memutuskan pembentukan panitia kerja revisi beleid tersebut. 

Rapat yang dipimpin Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia ini diikuti oleh Menteri Dalam Negeri Jenderal (Purn) Tito Karnavian, Menteri ATR/BPN Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto, Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa, Kepala Otorita IKN Bambang Susantono, hingga Wamenkeu Suahasil Nazara. 

Dalam rapat, ada sembilan poin revisi yang diajukan pemerintah. Dua yang pertama yaitu soal kewenangan khusus dan berkaitan dengan pertanahan.


Ketiga, soal pengelolaan keuangan. Suharso memaparkan, anggaran dilakukan dikarenakan kedudukan Otorita IKN sebagai pengguna anggaran atau barang menyebabkan ketidakleluasaan dalam pengelolaan keuangan dan pembiayaan. 

Baca Juga: Pemindahan Ibu Kota Terancam Molor Jika UU IKN Tak Direvisi

"Sehingga perubahan diperlukan untuk memberikan kewenangan otorita sebagai pengelola anggaran dalam kedudukannya sebagai pemerintah daerah khusus (pemdasus)," ujar Suharso. 

Masih berkaitan dengan pengelola keuangan, Suharso menyebut Otorita IKN mendapat kewenangan sebagai pengelola barang dalam kedudukannya sebagai pengelola pemerintah daerah khusus. 

Poin keempat, pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilatarbalakangi oleh kombinasi antara ASN dan profesional non-birokrat untuk memperkuat pelaksaan persiapan, pembangunan, pemindahan dan penyelenggaraan pemrintahan (4P) oleh Otorita. 

Kalangan ASN dinilai lebih memiliki kapasitas dan kemampuan dalam sisi perencanaan dan birokrasi. 

Sedangkan untuk kalangan profesional non-PNS, kata Suharso, dipandang dapat berperan dalam memberikan kontribusi berdasarkan pengalaman teknis dan kegiatan project development. 

Baca Juga: Otorita IKN Ajak Kelompok Tani Kembangkan Pertanian Perkotaan di IKN

"Lima, pemutakhiran delineasi wilayah, dilatarbelakangi oleh Pulau Balang yang perlu dikeluarkan seluruhnya dari wilayah IKN dengan pertimbangan pengelolaan satu kesatuan ekosistem. Menghindari wilayah permukiman yang terpotong untuk meminimalisir konflik sosial dalam wilayah pemukiman akibat pengelolaan yang terpisah dalam satu area," jelasnya. 

"Enam, penyelenggaraan perumahan, dilatarbelakangi oleh dalam rangka peran utamanya dalam 4P, Otorita harus bertanggung jawab dan memiliki kewenangan dalam penyelenggraaan perumahan di IKN," sambung Suharso. 

Menurutnya, dalam percepatan pemenuhan kebutuhan hunian, diperlukan pengaturan yang mengatur pemberian kesempatan bagi pengembang untuk mengalihkan kewajiban hunian berimbang di luar IKN ke dalam wilayah IKN dengan pemberian intensif. 

Editor: Noverius Laoli