JAKARTA. Larangan ekspor mineral mentah di Indonesia, produsen nikel terbesar dunia, membuat penambang di Filipina meraup untung. Para penambang Filipina memprediksi akan mengalami peningkatan laba mereka. Larangan ekspor tersebut bersampak positif, dimana permintaan dan harga komoditas Filipina akan naik, demikian dikatakan Direktur Keuangan Nickel Asia Emmanuel Samson. Perusahaan itu menyumbang sepertiga produksi nikel Filipina, kata Samson seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (13/1).Sementara itu, larangan di Indonesia dimaksudkan untuk memajukan proses di dalam negeri dan meningkatkan nilai pengiriman komoditas dari ekonomi terbesar Asia Tenggara tersebut, justru akan menguntungkan saingan seperti Nickel Asia. China, pembeli terbesar, telah menimbun ore (bijih mentah) sebelum larangan diberlakukan. Samson mengatakan produsen di China pun perku menyesuaikan diri dengan bijih dari Filipina yang kelasnya lebih rendah. "Jika mereka (Indonesia) melakukan itu, akan lebih mudah bagi kami untuk menggenjot produksi. Kami pikir peningkatan tidak akan dalam waktu cepat," ujar Samson. Indeks nikel melonjak sebesar 2,4 persen menjadi US$ 14.190 per ton hari ini di London Metal Exchange, level tertinggi dalam dua minggu. Kemungkinan harga rata-rata akan mencapai US$ 15.500 tahun ini menurut Bank ABN Amro pada awal tahun, salah satunya terkait perbaikan permintaan mineral terkait pemulihan ekonomi global. (Sakina Rakhma Diah Setiawan)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
UU Minerba, untungkan penambang nikel Filipina
JAKARTA. Larangan ekspor mineral mentah di Indonesia, produsen nikel terbesar dunia, membuat penambang di Filipina meraup untung. Para penambang Filipina memprediksi akan mengalami peningkatan laba mereka. Larangan ekspor tersebut bersampak positif, dimana permintaan dan harga komoditas Filipina akan naik, demikian dikatakan Direktur Keuangan Nickel Asia Emmanuel Samson. Perusahaan itu menyumbang sepertiga produksi nikel Filipina, kata Samson seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (13/1).Sementara itu, larangan di Indonesia dimaksudkan untuk memajukan proses di dalam negeri dan meningkatkan nilai pengiriman komoditas dari ekonomi terbesar Asia Tenggara tersebut, justru akan menguntungkan saingan seperti Nickel Asia. China, pembeli terbesar, telah menimbun ore (bijih mentah) sebelum larangan diberlakukan. Samson mengatakan produsen di China pun perku menyesuaikan diri dengan bijih dari Filipina yang kelasnya lebih rendah. "Jika mereka (Indonesia) melakukan itu, akan lebih mudah bagi kami untuk menggenjot produksi. Kami pikir peningkatan tidak akan dalam waktu cepat," ujar Samson. Indeks nikel melonjak sebesar 2,4 persen menjadi US$ 14.190 per ton hari ini di London Metal Exchange, level tertinggi dalam dua minggu. Kemungkinan harga rata-rata akan mencapai US$ 15.500 tahun ini menurut Bank ABN Amro pada awal tahun, salah satunya terkait perbaikan permintaan mineral terkait pemulihan ekonomi global. (Sakina Rakhma Diah Setiawan)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News