UU Pelayaran digugat Ke Mahkamah Konstitusi



JAKARTA. Lagi-lagi produk Undang-Undang (UU) yang diterbitkan pemerintah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini, seorang pengacara yang mengklaim sebagai ahli hukum maritim, Ucok Samuel Bonaparte Hutapea menggugat UU nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.

Dalam gugatan uji materinya, Ucok meminta MK menguji pasal 158 ayat 2 huruf c UU Pelayaran yang mengatur tentang kapal yang dapat didaftar di Indonesia salah satunya adalah kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan, yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia.

Menurut Ucok, penerapan pasal 158 ayat 2 huruf c ini menimbulkan ketidakpastian hukum yang muncul lantaran dalam beleid ini tidak mencantumkan ketentuan peralihan yang mengatur kewajiban bagi pemegang saham asing yang telah memiliki saham lebih dari 50% sebelum UU ini berlaku, untuk melakukan divestasi saham.


Lantaran tidak ada ketentuan peralihan ini, kata Ucok maka beleid ini bisa dimaknai oleh pengusaha asing yang memiliki saham mayoritas di perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk tidak wajib mendivestasikan sahamnya.

"Akibat ketidakpastian hukum ini, sampai saat ini banyak pemegang saham asing di industri pelayaran di dalam negeri tidak mengubah komposisi saham mereka, karena tidak diatur dalam UU Pelayaran," terang Ucok menjelaskan alasannya, kemarin.

Menurut Ucok, masalah ini bisa membuat iklim usaha di industri pelayaran menjadi tidak kondusif. Selain itu, ketidakjelasan aturan ini menyulitkan perusahaan pelayaran nasional untuk bisa bersaing dengan perusahaan pelayaran asing. Imbasnya, banyak pengusaha nasional juga enggan masuk ke bisnis ini.

Menanggapi permohonan ini, Hakim Konstitusi MK I Dewa Gede Palguna meminta penggugat untuk menjelaskan secara rinci mengenai kerugian konstitusional yang dia alami atas ketentuan ini. "Jika perorangan warga negara Indonesia, mohon dijelaskan. Lalu hak konstitusional Anda yang mana yang dirugikan dari ketentuan ini," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie