JAKARTA. DPR menuding pemerintah provinsi (pemprov) memanfaatkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah untuk menerbitkan peraturan daerah (perda) tentang izin pengelolaan hutan. Padahal dengan begitu pemprov telah melanggar UU Kehutanan.Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Soebagyo mempertanyakan posisi UU Pemda yang tidak melarang pemda menerbitkan izin pengelolaan hutan. UU itu menyokong menyokong lahirnya perda apapun dengan dukungan DPRD setempat. Sebaliknya, Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 38 menuliskan berbagai ketentuan soal penerbitan izin pengelolaan hutan. Misalnya, ayat 3 menyebut bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri Kehutanan, dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Pemberian izin itu pun harus mendapat persetujuan dari DPR.Sementara pasal 50 ayat 3 mengatur prosedur izin pinjam pakai kawasan, larangan penyelidikan umum/eksplorasi/eksploitasi bahan tambang, menduduki kawasan hutan, melakukan penebangan pohon, membakar, memungut hasil hutan, memiliki hasil hutan tanpa surat keterangan sahnya hasil hutan, dan menggembalakan ternak di kawasan hutan. Kegiatan itu harus dilakukan lewat izin Menteri Kehutanan atau pejabat berwenang."Izin-izin berdasarkan perda yang merujuk Undang-undang Pemda dianggap pelanggaran hukum atas Undang-undang Kehutanan. Artinya, undang-undang yang satu melarang, sedangkan undang-undang lainnya malah tidak melarang," tutur dia, Jumat (17/6).Sedangkan dari sudut pandang pemda, UU Kehutanan itu tentu merugikan hak konstitusional kepala daerah sebagai pemegang hak otonomi di wilayahnya. Secara materi, pasal 38 dan 50 Undang-undang Kehutanan itu dianggap bertentangan dengan pasal 18 dan 18a UUD 1945 tentang pemerintahan daerah, serta pasal 10 Undang-undang Pemda yang menyatakan pengelolaan kawasan hutan bukan monopoli pemerintah pusat.Kontradiksi ini menimbulkan berbagai problem. "Untuk membahas rencana tata ruang wilayah provinsi Kalimantan Tengah, misalnya, sulit karena adanya masalah ini," kata dia.Anggota Komisi IV DPR Ibnu Multazam pun mempertanyakan status pemda yang mengeluarkan izin pakai di hutan lindung atau konservasi. Sebab, saat ditelusuri status kepemilikan aset ternyata milik negara. Tapi, imbuhnya, pemda tetap saja mengeluarkan izin pengelolaan lahan yang bukan aset miliknya. "Kalau posisinya seperti ini berarti pemda salah. Sebab, terbitkan izin pakai aset yang bukan miliknya," ujar dia.Dia mengutarakan, setiap aset negara yang terdapat di kawasan hutan yang berstatus milik negara harus mendapatkan izin Menteri Kehutanan. Sehingga apabila pemda dengan mudah menerbitkan perda tentang hal itu tanpa berpedoman pada Undang-undang Kehutanan, seharusnya dianggap telah melakukan pelanggaran hukum.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
UU Pemda bilang boleh, tapi UU Kehutanan justru melarang Pemda terbitkan izin
JAKARTA. DPR menuding pemerintah provinsi (pemprov) memanfaatkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah untuk menerbitkan peraturan daerah (perda) tentang izin pengelolaan hutan. Padahal dengan begitu pemprov telah melanggar UU Kehutanan.Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Soebagyo mempertanyakan posisi UU Pemda yang tidak melarang pemda menerbitkan izin pengelolaan hutan. UU itu menyokong menyokong lahirnya perda apapun dengan dukungan DPRD setempat. Sebaliknya, Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 38 menuliskan berbagai ketentuan soal penerbitan izin pengelolaan hutan. Misalnya, ayat 3 menyebut bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri Kehutanan, dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Pemberian izin itu pun harus mendapat persetujuan dari DPR.Sementara pasal 50 ayat 3 mengatur prosedur izin pinjam pakai kawasan, larangan penyelidikan umum/eksplorasi/eksploitasi bahan tambang, menduduki kawasan hutan, melakukan penebangan pohon, membakar, memungut hasil hutan, memiliki hasil hutan tanpa surat keterangan sahnya hasil hutan, dan menggembalakan ternak di kawasan hutan. Kegiatan itu harus dilakukan lewat izin Menteri Kehutanan atau pejabat berwenang."Izin-izin berdasarkan perda yang merujuk Undang-undang Pemda dianggap pelanggaran hukum atas Undang-undang Kehutanan. Artinya, undang-undang yang satu melarang, sedangkan undang-undang lainnya malah tidak melarang," tutur dia, Jumat (17/6).Sedangkan dari sudut pandang pemda, UU Kehutanan itu tentu merugikan hak konstitusional kepala daerah sebagai pemegang hak otonomi di wilayahnya. Secara materi, pasal 38 dan 50 Undang-undang Kehutanan itu dianggap bertentangan dengan pasal 18 dan 18a UUD 1945 tentang pemerintahan daerah, serta pasal 10 Undang-undang Pemda yang menyatakan pengelolaan kawasan hutan bukan monopoli pemerintah pusat.Kontradiksi ini menimbulkan berbagai problem. "Untuk membahas rencana tata ruang wilayah provinsi Kalimantan Tengah, misalnya, sulit karena adanya masalah ini," kata dia.Anggota Komisi IV DPR Ibnu Multazam pun mempertanyakan status pemda yang mengeluarkan izin pakai di hutan lindung atau konservasi. Sebab, saat ditelusuri status kepemilikan aset ternyata milik negara. Tapi, imbuhnya, pemda tetap saja mengeluarkan izin pengelolaan lahan yang bukan aset miliknya. "Kalau posisinya seperti ini berarti pemda salah. Sebab, terbitkan izin pakai aset yang bukan miliknya," ujar dia.Dia mengutarakan, setiap aset negara yang terdapat di kawasan hutan yang berstatus milik negara harus mendapatkan izin Menteri Kehutanan. Sehingga apabila pemda dengan mudah menerbitkan perda tentang hal itu tanpa berpedoman pada Undang-undang Kehutanan, seharusnya dianggap telah melakukan pelanggaran hukum.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News