UU Pemilihan Kepala Daerah salahi tatib sidang



JAKARTA. Dinamika politik pengesahan Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) lewat DPRD terus bergulir. Meski RUU Pilkada sudah diketok palu pada Jumat (26/9) dinihari, tetap saja polemik terkait hasil voting RUU ini belum juga reda.

Setelah sejumlah kalangan menggugat uji materi mekanisme pemilihan kepala daerah lewat DPRD ke Mahkamah Konstitusi (MK), kali ini permasalahan lain muncul ke permukaan.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Poempida Hidayatullah menilai pengesahan beleid ini telah menyimpang dari aturan Tata Tertib (Tatib) yang dibuat oleh para anggota DPR sendiri. 


Penyimpangan ini terjadi khususnya pada pasal 284 ayat 1 dan 285 ayat 3. Pasal 284 mengatur ketentuan bahwa keputusan suara terbanyak yang diambil oleh anggota DPR sah apabila diambil dalam rapat yang dihadiri oleh anggota dan unsur fraksi dan disetujui oleh lebih dari separuh jumlah anggota yang hadir dalam sidang pengambilan keputusan. Sementara di pasal 285 ayat 3 menyatakan anggota DPR yang meninggalkan sidang tetap dianggap hadir dan tidak mempengaruhi sahnya keputusan. 

Poempida mengatakan, berpijak pada ketentuan tersebut, pengesahan RUU Pilkada menyalahi tata tertib. Dasar pemikiran yang digunakannya adalah, jumlah anggota hadir di Paripurna mencapai 496 anggota, dan jumlah anggota yang mendukung keputusan RUU Pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD yang hanya sebanyak 226 anggota. "Artinya, pengesahan itu hanya mendapat dukungan 45,56%, karena sesuai ketentuan tata tertib, yang walk out harus tetap dihitung hadir," kata Poempida, Selasa (30/9).

Seperti diketahui, Partai Demokrat mengambil opsi walk out menjelang dilakukan voting dalam rapat paripurna DPR tersebut dengan alasan usulan mereka yang menginginkan pilkada langsung dengan 10 syarat tidak diakomodasi pimpinan rapat.

Atas kondisi itulah Poempida mengirim surat ke Presiden, kemarin (30/9), meminta agar Presiden tidak meneken UU Pilkada. Presiden SBY kemarin mengumumkan akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang membatalkan UU Pilkada baru. 

Namun, Ketua DPR, Marzuki Alie menampik pengesahan RUU Pilkada melanggar Tatib DPR. "Coba baca lebih seksama , keputusan diambil apabila telah memenuhi 50% dari yang hadir secara fisik dan bukan hanya absen. 'Tolong dibaca penjelasan dari Tatib DPR ini," ungkapnya.

Pengamat Hukum Tata Negara, Refly Harun mengaku belum mempelajari secara detail Tatib DPR ini, namun jika hasil rapat paripurna DPR tersebut melanggar, maka pengesahan RUU Pilkada lewat DPRD ini cacat hukum. "Ini menguatkan perlunya Perppu," kata Refly.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto