JAKARTA. Pemerintah maupun DPR menilai Undang-Undang (UU) No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan sudah ideal dijadikan sebagai acuan untuk tata kelola perkebunan saat ini. Pasalnya, UU ini dinilai telah mengakomodir kepentingan semua elemen masyarakat, baik masyarakat adat, petani, maupun perusahaan. Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan, UU tersebut ketika dibahas melibatkan berbagai pihak. Kemudian diputuskan setelah melakukan uji publik dan telah mendengar semua pihak yang berkepentingan. Untuk itu, Firman menyayangkan sikap LSM yang mengajukan ujti materi alias judical review UU Perkebunan ini ke Mahkamah Konstitusi (MK). Seperti diketahui, pada 27 Oktober 2015, koalisi Tim Advokasi Keadilan Perkebunan melakukan judicial review terhadap 12 pasal dalam Undang-Undang No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Tim Advokasi Keadilan Perkebunan tersebut terdiri dari Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Serikat Petani Kelapa Sawit, Sawit Watch, Aliansi Petani Indonesia, Serikat Petani Indonesia, Bina Desa, dan Farmer Initiatives for Ecological Livelihood and Democracy (FIELD)
UU Perkebunan diklaim sudah akomodatif
JAKARTA. Pemerintah maupun DPR menilai Undang-Undang (UU) No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan sudah ideal dijadikan sebagai acuan untuk tata kelola perkebunan saat ini. Pasalnya, UU ini dinilai telah mengakomodir kepentingan semua elemen masyarakat, baik masyarakat adat, petani, maupun perusahaan. Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan, UU tersebut ketika dibahas melibatkan berbagai pihak. Kemudian diputuskan setelah melakukan uji publik dan telah mendengar semua pihak yang berkepentingan. Untuk itu, Firman menyayangkan sikap LSM yang mengajukan ujti materi alias judical review UU Perkebunan ini ke Mahkamah Konstitusi (MK). Seperti diketahui, pada 27 Oktober 2015, koalisi Tim Advokasi Keadilan Perkebunan melakukan judicial review terhadap 12 pasal dalam Undang-Undang No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Tim Advokasi Keadilan Perkebunan tersebut terdiri dari Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Serikat Petani Kelapa Sawit, Sawit Watch, Aliansi Petani Indonesia, Serikat Petani Indonesia, Bina Desa, dan Farmer Initiatives for Ecological Livelihood and Democracy (FIELD)