KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren positif tengah menyelimuti komoditas minyak dunia dalam beberapa waktu terakhir. Walau sempat terkoreksi, pada keesokan harinya akan diikuti dengan penguatan kembali. Teranyar, pada Rabu (16/12) pukul 17.30 WIB, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Januari 2021 kembali menguat 0,23% ke US$ 47,73 per barel. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Maret 2020. Analis Monex Investindo Futures Faisyal menerangkan, secara fundamental kondisi minyak dunia saat ini memang berada dalam kondisi yang baik. Faisyal melihat secara jangka pendek tren positif minyak dunia belum akan berakhir. Optimisme pasar menjadi salah satu faktor yang mendorong harga minyak.
“Setelah sebelumnya sentimen distribusi vaksin, saat ini sentimen vaksin yang sudah mulai digunakan di beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, hingga Kanada telah memicu ekspektasi pasar akan kenaikan permintaan minyak di pasar. Tak ayal, harga minyak pun mengalami penguatan,” kata Faisyal ketika dihubungi Kontan.co.id, Rabu (16/12).
Baca Juga: Seruan lockdown muncul di Italia ketika jumlah kematian akibat Covid-19 meningkat Selain dari sentimen optimisme pasar, Faisyal menyebut pelemahan dolar AS turut mendukung kenaikan harga minyak dunia. Apalagi, saat ini sedang terjadi pembahasan mengenai perkembangan paket stimulus di AS. Kini dikabarkan paket stimulus yang sebelumnya nilainya tak kunjung disepakati, akan dibagi menjadi dua. Harapannya ini akan membuat kedua partai mau menyepakati kebijakan tersebut. Bahkan, Faisyal melihat harga minyak berpotensi kembali menguat seiring isu vaksin yang sepertinya belum memudar. Di satu sisi, nanti malam akan ada laporan dari Energy Information Administration (EIA) terkait cadangan minyak AS yang diperkirakan akan turun 1,9 juta barel. Laporan dari American Petroleum Institute (API) justru menyebut terjadi kenaikan cadangan minyak di AS sebesar 2 juta barel. Selain itu, Faisyal melihat hasil rapat The Fed nanti malam juga akan berpengaruh terhadap harga minyak. Jika The Fed memberikan pandangan yang
dovish, maka peluang pengesahan stimulus akan semakin besar. Dus, minyak akan diuntungkan oleh kondisi tersebut.
Baca Juga: Harga minyak koreksi tipis, WTI ke US$ 47,53 dan Brent jadi US$ 50,63 per barel Sementara untuk harga minyak pada tahun depan, Faisyal mengaku masih cukup sulit menebak akan seperti apa pergerakannya. Menurut dia, harga minyak akan sangat bergantung pada efektivitas vaksin. Jika teruji efektif, diharapkan permintaan untuk bahan bakar akan kembali naik. “Jika begitu, harga minyak pada tahun depan berpotensi melanjutkan penguatan. Pemerintahan Biden juga menunjukkan akan memberikan gelontoran stimulus besar-besaran yang berpotensi kembali menekan dolar AS. Jika kedua hal tersebut, bukan tidak mungkin harga minyak tahun depan akan membaik dibanding tahun ini,” lanjut Faisyal.
Namun, Faisyal mengkhawatirkan ketidakjelasan keputusan Brexit berpotensi mengancam kenaikan harga minyak. Belum lagi, ketika harga minyak mengalami kenaikan, para produsen akan kembali menggenjot produksi. Padahal, dari sisi permintaan pada periode awal 2021 sebenarnya belum sepenuhnya pulih. Dengan asumsi tahun depan berjalan sesuai ekspektasi pasar, Faisyal memperkirakan pada kuartal pertama 2021, harga minyak WTI akan bergerak pada kisaran US$ 50 per barel-US$ 55 per barel. Sedangkan untuk sepanjang tahun 2021, hitungan Faisyal harga minyak WTI berada pada kisaran US$ 50 per barel-US$ 70 per barel.
Baca Juga: Saham tambang batubara dan nikel masih jadi primadona pekan ini, simak rekomendasinya Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati