JAKARTA. Perekonomian dan bursa saham Tanah Air diprediksi bakal menghijau tahun 2021. Asalkan, distribusi dan akses vaksin COVID-19 bisa efektif. Optimisme inilah yang terus digaungkan pada Kontan Webinar “
Outlook 2021 : Pemulihan Ekonomi dan Strategi Investasi untuk Investor Individu”, Selasa (26/1). Acara hasil kerja sama antara Kontan, Sucor Asset Management dan Bank Commonwealth tersebut diramaikan lebih dari 300 investor dalam negeri. Jahen Fachrul Rezki, Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) memproyeksikan, ekonomi Indonesia pada tahun 2021 mampu tumbuh 4,7% - 5,5%, membaik dari tahun lalu yang diduga minus 2,2% hingga minus 0,9%.
Ada beberapa katalis positif yang niscaya menopang pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Pertama, vaksin yang sudah mulai disalurkan ke tenaga medis dan akan berangsur diperoleh masyarakat. “Pertumbuhan ekonomi bisa maksimal. Dengan catatan, orang yang butuh vaksin dapat memperoleh akses, tepat sasaran,” tuturnya.
Kedua, belanja pemerintah dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 yang dipatok Rp 553,1 triliun. Pemerintah juga tengah menggodok kebijakan turunan dari
omnibus law agar mendongkrak investasi di Indonesia.
Ketiga, perjanjian dagang Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional alias
Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang akan memudahkan para eksportir Indonesia. Sebab, batasan-batasan ekspor terutama di Asia Tenggara semakin berkurang.
Keempat, terpilihnya Joe Biden menjadi presiden Amerika Serikat (AS) membawa angin segar. Sebab, Biden yang berasal dari Partai Demokrat ini berjanji akan menggelontorkan stimulus dan belanja pemerintah. Terlebih, AS sudah mengangkat Janet Yellen sebagai Menteri Keuangan atau
Treasury Secretary pada Senin (25/1). Mantan Gubernur Bank Sentral AS (The Fed) ini memang terkenal akan kebijakan utamanya yakni memangkas jumlah pengangguran. “Dari sisi moneter dan fiskal, Yellen punya kapasitas yang luar biasa,” ungkap Jahen. Maklum, AS menyumbang 25% - 40% bagi Produk Domestik Bruto (PDB) dunia. Perbaikan ekonomi Negeri Paman Sam ini akan berdampak positif bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Kelima, ketidakpastian dunia sudah berkurang. Selain vaksin COVID-19 yang sudah mulai tersalurkan, tekanan perang dagang AS dan China juga mengecil. Kabar baik ini tentu akan mengerek harga komoditas dan menjaga stabilitas pasar keuangan dunia. Sehingga bakal menguntungkan ekspor Tanah Air.
IHSG Lirik 7.000 Selain pertumbuhan ekonomi, angin segar juga diramal akan menyelimuti pasar saham Indonesia. Billy Budiman,
Equity Fund Manager Sucor Asset Management mengestimasi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi melonjak ke level 6.700 – 7.000 pada tahun 2021. Senada, salah satu sentimen positif terletak pada ketersediaan vaksin COVID-19. Memang sempat muncul kekhawatiran efektivitas vaksin terhadap virus yang mulai bermutasi. Namun, hasil studi menunjukkan vaksin masih bekerja dengan baik. Bahkan saat melawan varian virus yang baru. Pasar domestik juga ditopang oleh investasi dana abadi atau
Sovereign Wealth Fund Indonesia Investment Authority (SWF INA) sebesar Rp 280,5 triliun. Kebijakan yang dimulai pada kuartal I 2021 tersebut bakal memudahkan emiten konstruksi. Terutama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karya yang biasanya membutuhkan waktu lama untuk memperoleh pendanaan. “Mau andalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) susah karena pemerintah alirkan untuk bantuan sosial. SWF akan
retain ekonomi Indonesia secara keseluruhan, bukan jalan tol saja,” terangnya. Dari sisi eksternal, kebijakan stimulus fiskal Presiden AS Joe Biden berpeluang melemahkan mata uang dollar AS. Secara histori, kondisi tersebut akan mengerek harga komoditas. Ditambah inflasi AS yang mulai menunjukkan tren kenaikan. Maka, negara-negara berkembang (
emerging markets) sebagai produsen komoditas akan diuntungkan. Negara berkembang juga akan dibanjiri likuiditas akibat stimulus moneter The Fed dan bank sentral dunia lainnya. Kendati demikian, Billy mengingatkan para investor untuk mewaspadai dua risiko. Pertama, jika pandemi COVID-19 tidak terkontrol. Kedua, jika The Fed memberikan sinyal kenaikan suku bunga. “Tapi
Chairman Fed Jerome Powell sudah mengatakan tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat karena ekonomi AS masih butuh dukungan untuk pulih seperti sebelum pandemi,” jelasnya. Billy berpendapat, sektor saham yang layak dikoleksi investor tahun ini adalah saham perbankan, telekomunikasi, konstruksi, properti serta komoditas.
Overweight Saham Menilik berbagai sentimen positif tersebut, Ivan Kusuma,
Head of Investment & Liabilities Business Bank Commonwealth menyarankan, tahun ini, investor jangka menengah dan panjang untuk memperbesar porsi kelas aset saham Indonesia. Opsi lainnya bisa pula
overweight pada kelas aset saham berbasis dollar AS. Lalu, Ivan menyarankan investor untuk cenderung netral pada kelas aset surat utang atau obligasi. Sebab, peluang pertumbuhan pasar obligasi tahun 2021 cukup terbatas, tidak secemerlang tahun lalu. Obligasi dalam negeri memang berkibar sepanjang tahun 2020 lantaran Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan BI
7-Day Reverse Repo Rate sebanyak lima kali hingga posisi 3,75%. Sementara
real yield Indonesia saat ini berkisar 4,6%, memang masih cukup atraktif dibandingkan negara
emerging market lain. “Mudahnya, untuk investor pemula kami sarankan masuk ke reksadana karena ibarat naik mobil disupirin. Supirnya sudah ahli, paham cara menyetir yang baik dan benar, sudah tahu jalan,” ujarnya. Bagi investor berprofil risiko konservatif, Ivan merekomendasikan untuk mengalokasikan 60% dana di reksadana pasar uang atau deposito. Sisanya 35% di reksadana pendapatan tetap atau obligasi dan 5% di reksadana saham.
Kemudian untuk investor dengan profil risiko agresif, dapat menempatkan dana 60% di reksadana saham. Kemudian 20% di reksadana pendapatan tetap dan 20% di reksadana pasar uang. “Kalau pasar volatil, bisa menerapkan strategi
dollar cost averaging. Tidak cemplungin semua, tapi investasi secara reguler dan berkala,” tutupnya. Siap cuan tahun ini? Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Indah Sulistyorini