Valas Asia perkasa pekan ini, tapi rupiah tidak



SINGAPURA. Mayoritas valuta asing di kawasan Asia menguat di sepanjang pekan ini. Hal itu tercermin pada indeks Bloomberg-JPMorgan Asia Dollar, yang mengukur tingkat kekuatan 10 mata uang Asia teraktif di luar yen Jepang terhadap dollar AS. Berdasarkan data Bloomberg, indeks Bloomberg-JPMorgan Asia Dollar naik 0,15% dalam periode lima hari terakhir. Sedangkan sepanjang kuartal ini, penguatannya mencapai 0,6%. Jika dirinci, pada periode sepekan yang berakhir 27 Juni, won Korea Selatan menguat 0,7% menjadi 1.013,60 per dollar AS di Seoul; dollar Taiwan menguat 0,3% menjadi NT$ 29,962; ringgit Malaysia menguat 0,3% menjadi 3,2135; rupe India menguat 0,2% menjadi 60,0805, yuan menguat 0,13% menjadi 6,2181; dan peso Filipina menguat 0,1% menjadi 43,753. Penguatan mata uang regional didongkrak oleh data ekonomi China dan Korea Selatan yang memacu optimisme investor mengenai pertumbuhan ekonomi di Asia. Asal tahu saja, indeks manufaktur China mencatatkan kenaikan tercepat dalam tujuh bulan terakhir. Sementara, neraca perdagangan Korsel mengalami lonjakan surplus. "Won Korea memiliki performa yang sangat baik karena surplus neraca perdagangan yang berkelanjutan. Selain itu, ada juga arus dana asing secara masif ke pasar saham Taiwan. Ada sokongan fundamental bagi negara ini," jelas Mirza Baig, head of Asia currency and rates strategy BNP Paribas SA di Singapura.Rupiah malah tak berkutikDi saat mata uang Asia lainnya perkasa, posisi mata uang rupiah malah sebaliknya. Mata uang Garuda ini mencatatkan pelemahan sebesar 0,2% dalam sepekan terakhir menjadi 11.995 per dollar AS. Salah satu penyebabnya adalah langkah Bank Indonesia yang melakukan pembiaran pelemahan rupiah untuk meningkatkan daya saing ekspor dan mengurangi impor. Selain itu, faktor lainnya adalah pembengkakan defisit neraca perdagangan yang mencapai US$ 1,96 miliar pada April. Ini merupakan defisit terbesar sejak Juli tahun lalu. "Indonesia tidak bisa hanya bergantung pada kebijakan moneter untuk mengatasi defisit neraca, namun juga harus meningkatkan ekspor," jelas Mika Martumpal, treasury research and strategy head PT Bank CIMB Niaga di Jakarta kepada Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie