KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Setelah divestasi 14% saham ke Holding Industri Pertambangan Indonesia MIND ID disepakati, PT Vale Indonesia Tbk (
INCO) akan tancap gas mengawal tiga proyek hilirisasi nikel dengan nilai hingga US$ 9 miliar bersama sejumlah partnernya. Dalam catatan Kontan.co.id, MIND ID harus menggelontorkan sekitar US$ 300 juta untuk mengambil alih 14% saham INCO. Dengan begitu, MIND ID bakal memegang sekitar 34% saham INCO, Vale Canada Ltd sebesar 33,9%, dan Sumitomo Metal Mining sebesar 11,5%. Sekitar 20,6% saham akan dipegang publik. “Dananya (hasil divestasi) ini kan yang jualan di para pemegang saham. Kalau kami, komitmen masih sama, proyek di Sulawesi Tengah, Tenggara, dan Selatan akan dijalankan. Kan butuh biaya,” ujar Head of Communications PT Vale Indonesia , Bayu Aji dalam acara Mining for Journalist yang diselenggarakan Perhapi di Jakarta, Kamis (29/2).
Sebagai informasi, INCO menggarap tiga proyek jumbo dengan total investasi senilai US$ 9 miliar atau Rp 140 triliun (dengan kurs Rp 15.600 per dolar AS). Ketiga proyek itu Sorowako Limonite senilai US$ 2 miliar, Smelter Bahodopi US$ 2,5 miliar, dan Smelter Pomalaa US$ 4,5 miliar.
Baca Juga: Harga Menguat Pasca Divestasi, Simak Rekomendasi Saham Vale Indonesia (INCO) Jika ketiga proyek ini disatukan Vale dapat memproduksi 165.000 ton produk nikel. Khusus untuk smelter Bahodopi dan smelter Pomalaa akan menghasilkan Mix Hydroxide Precipitate (MHP) dan Mix Sulphide Precipitate (MSP) yang akan menjadi bahan baku komponen baterai dalam mobil listrik. Salah satu proyek yang menjadi tonggak penting bisnis Vale ke depan ialah Smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Blok Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Lewat kongsi dengan Zhejiang Huayou Cobalt Co Ltd, Vale Indonesia membangun proyek dengan total paket investasi yang terdiri dari pabrik HPAL dan tambang mencapai Rp 67,5 triliun. Proyek yang akan memproduksi 120.000 ton nikel dalam Mix Sulphide Precipitate (MSP) pertahun ini melibatkan 12.000 tenaga kerja untuk konstruksi. Tidak heran jika proyek ini menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) dan disebut sebagai proyek HPAL terbesar. Ke depan, Bayu mengungkapkan, Vale dan Pemerintah Indonesia sudah membuka ruang diskusi perihal penciptaan nilai tambah hilirisasi nikel yang lebih jauh, misalnya hasil smelter Reduction Kiln-Electric Furnace (RKEF) di Sulawesi Tenggara bisa diolah lebih lanjut hingga menjadi produk stainless steel.
“Sudah ada diskusi ke arah sana, tetapi kan untuk pastinya membutuhkan waktu. Kalau Vale harus step by step, proses untuk ke sana masih jauh. Saat ini bagaimana proyek smelter kami established,” tandasnya. Selain fokus menggarap smelter, INCO juga aktif melaksanakan komitmen penurunan emisi karbon. Di dalam peta jalannya, Vale Indonesia menyiapkan sejumlah strategi yang terdiri dari dua jalur.
Pertama, upaya langsung mengurangi emisi misalnya mengganti konsumsi batubara dan diesel, dengan energi lain yang beremisi lebih rendah seperti gas atau biomassa. Saat ini Vale juga sudah menggunakan electric boiler dan B30 di pabrik Sorowako. “Untuk penggunaan gas dalam hal ini LNG sudah kami studi. Lalu apakah bisa juga digantikan dengan biomassa, ini juga sedang jalan studinya,” jelasnya.
Kedua, melakukan offset emisi dengan cara menanam pohon dan menghijaukan kembali sebagian besar area lahan bekas tambang. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari