Vale tertekan harga jual nikel rendah



JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menyesalkan keluarnya kebijakan pelonggaran ekspor bijih nikel yang menyebabkan harga nikel jatuh, dari sebelumnya US$ 9.526 per ton, menjadi US$ 7.396 per ton. Padahal sepanjang tahun 2016 lalu, harga nikel terus menguat. Pemicunya, nikel dari Indonesia dan Filipina tidak membanjiri pasar dunia.

Saat ini Pemerintah Filipina memang sedang menutup tambang-tambang nikel. Pasokan negara itu akan berkurang 50% atau hanya akan menjadi 212.000 kilo ton. Sementara Indonesia yang sejak tahun 2014 sudah menutup ekspor mineral mentah, malah pada Januari lalu membuka kembali ekspor bijih nikel.

Nico Kanter, CEO dan Presiden Direktur INCO, mengatakan, serangkaian kebijakan pemerintah membuat ketidakpastian harga nikel di dunia. Apalagi Vale mengandalkan harga London Metal Exchange, yang memang dipengaruhi berbagai isu Filipina dan Indonesia.


Namun INCO tidak bisa mengontrol pergerakan harga, sehingga strategi tahun ini adalah menekan harga produksi. Dengan menekan harga produksi di bawah harga jual, maka perusahaan akan mendapatkan margin dan menjaga bottom line tetap sehat.

Aturan pelonggaran sudah ada. "Kita tinggal menunggu reaksi market. Koreksi market sendiri sudah beberapa hari kami lihat, berupa terjadinya penurunan harga. Dengan penurunan harga ini nikel ini, akan membuat ketidakpastian investor yang menaruh uang," terang Nico, Senin (27/3).

Anjloknya harga mengancam kinerja Vale Indonesia, yang pada tahun 2016 lalu memang memble. Pendapatan tahun lalu tercatat US$ 584,14 juta atau turun 26,03% dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya yang tercatat US$ 789,74 juta. Sedangkan laba bersih tercatat hanya US$ 1,9 juta, terjun bebas dari tahun 2015 yang masih US$ 50,5 juta.

Daripada berkutat pada ketidakpastian harga dan kinerja, Vale Indonesia memilih fokus melakukan penghematan biaya produksi. Sepanjang 2016 lalu, biaya produksi perusahaan ini mencapai US$ 12 juta untuk produksi 77.581 ton nikel dalam matte. Tahun ini pihaknya akan memaksimalkan produksi hingga mencapai 80.000 ton.

Febriany Eddy, Direktur Keuangan Vale Indonesia, mengatakan alokasi belanja modal atau capex tahun ini hampir mendekati US$ 90 juta. "Lebih banyak untuk pengembangan Sorowako dan mempertahankan keberlangsungan usaha," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini