Vale tolak rencana relaksasi ekspor mineral mentah



JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk menolak rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait wacana merelaksasi ekspor mineral mentah pada tahun 2017.

Presiden Direktur Vale Indonesia, Nico Kanter mengatakan, relaksasi ekspor mineral akan membawa efek positif maupun negatif, tergantung pada komoditas apa yang direlaksasi.

"Khusus untuk komoditas nikel, relaksasi ekspor bijih nikel akan merugikan rakyat dan negara, maka akan lebih tepat jika pemerintah konsisten menerapkan kebijakan peningkatan nilai tambah untuk nikel," katanya melalui keterangan tertulis, Selasa (20/9).


Nico menyatakan, sejak Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 sampai UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara (Minerba) akan direvisi, jika dicermati semangatnya adalah peningkatan nilai tambah mineral dalam negeri.

"Kami yakin implementasi peningkatan nilai tambah mineral dalam negeri secara konsisten akan menunjang keberlangsungan (sustainability) industri sektor pertambangan dan mineral, dan menjadi andalan perekonomian kita ke depan," jelasnya.

Adapun sejak diberlakukan larangan ekspor bijih nikel, lanjut Nico, pasar nikel dunia telah bergeser sedikit ke arah defisit, dan telah terjadi banyak sekali investasi pada smelter nikel di Indonesia.

Apabila terjadi relaksasi ekspor bijih nikel, walaupun dalam jumlah terbatas termasuk bijih nikel kadar rendah, dapat menyebabkan pasar nikel dunia kembali surplus dan menghilangkan insentif pada investasi. "Banyak sekali investor akan dirugikan. Ditambah lagi kami memandang tantangan untuk membatasi volume bijih yang dapat diekspor, apalagi di remote area akan sangat sulit, sehingga menimbulkan potensi oversupply," ungkapnya.

Menurut Nico, jika ekspor bijih nikel dibuka kembali, maka investasi untuk membangun smelter nikel dalam negeri guna mendapatkan nilai tambah yang optimal akan terhambat. "Khusus untuk nikel, saya yakin investasi smelter di Indonesia akan berhenti jika ada relaksasi," tegasnya.

Lanjutnya, sangat sulit untuk investor jika pemerintah tidak konsisten. Apalagi, pemerintah sudah paham bahwa investasi smelter tidak kecil, maka diperlukan konsistensi dan kepastian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini