KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak selamanya harga saham dengan tingkat likuiditas tinggi terus merangkak naik. Ada saatnya harga saham LQ45 terkoreksi dan sulit bangkit, seperti yang terjadi pada awal tahun ini. Di antara saham indeks LQ45 yang kinerjanya loyo adalah PT Jasa Marga Tbk (JSMR). Saham pengelola jalan tol pelat merah ini tercatat turun 27,82%
year to date (ytd) per Jumat (13/4). Selain itu, saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) merosot 17,57% pada periode yang sama. Analis Henan Putihrai Sekuritas, Josscarios Jonathan mengatakan, penurunan harga saham LQ45 tak terlepas dari posisi emiten tersebut sebagai emiten berkapitalisasi besar. "Sebagai emiten
big cap, sentimen di luar jelek sedikit bisa mempengaruhi indeks dan berimbas ke kinerja harganya," ujarnya, Senin (16/4).
Senada, analis Danareksa Sekuritas, Lucky Bayu bilang, pelemahan kinerja kedua saham itu karena harga LQ45 sudah relatif tinggi dan mahal. "Akumulasi beli menjadi alternatif untuk menyiasati situasi ini," katanya. Namun, analis Mirae Asset Sekuritas, Giovanni Dustin berbeda pendapat. Menurutnya, tantangan jangka pendek emiten operator jalan tol adalah peraturan atau intervensi pemerintah yang tidak mendukung, serta persoalan pembiayaan yang lebih tinggi dari perkiraan. Misalnya, permintaan penurunan tarif jalan tol oleh pemerintah dan peraturan ganjil genap bisa menekan pendapatan JSMR. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur, Giovanni mengingatkan, operasi jalan tol tak menguntungkan pada tahun-tahun awal. "Tekanan pada margin EBITDA perusahaan tidak dapat dihindari, selain itu karena beban bunga yang lebih tinggi penurunan
bottom line juga tak terhindarkan," paparnya. Namun, dalam jangka panjang, bisnis JSMR masih didukung oleh perkembangan industri jalan tol dan pasar kendaraan roda empat yang terus tumbuh di Indonesia. Terlebih pemerintah berkomitmen terhadap pembangunan infrastruktur. Artinya, JSMR masih punya prospek positif dalam jangka panjang. Giovanni memprediksi laba bersih JSMR pada 2018 mencapai Rp 1,2 triliun. Dia merekomendasikan beli saham JSMR dengar target harga Rp 6.100 per saham. Pada perdagangan Senin (16/4), saham JSMR ditutup naik 0,43% di level Rp 4.640. Sedangkan, terkait saham TLKM, meski bisnis data sedang moncer, koreksi harga saham tetap tak terhindarkan. Josscarios bilang, bisnis data yang tengah berkembang membutuhkan biaya ekspansi besar. "Bisnis data ini sangat bagus, tapi margin sangat tipis karena butuh biaya untuk ekspansi," paparnya. Baru-baru ini, TLKM menyatakan tengah fokus memperbanyak base transceiver station atawa BTS di daerah pelosok, sebanyak 20.000 BTS. Telkom juga sedang membangun jaringan kabel optik dari Dumai ke Manado dan akan meluncurkan satelit Telkom-4 sebagai ganti Satelit Telkom 1 yang rusak. Giovanni juga menilai bisnis data masih menjanjikan. "Konsumsi data per pelanggan sekitar 2,3 GB per bulan, naik 73% secara
year on year (yoy)," katanya.
Namun, Giovanni menilai kinerja TLKM juga tersandera oleh kanibalisasi dari produk saudaranya, IndiHome. Sepanjang 2017, pelanggan IndiHome naik 83% menjadi 2,96 juta. Kenaikan ini ikut mengerek pendapatan IndiHome sebesar 48% menjadi Rp 8,2 triliun. Kanibalisasi ini berimbas pada penurunan pendapatan
fixed line TLKM sebesar 32% menjadi Rp 1,3 triliun. Terlepas dari tantangan jangka pendek itu, Giovanni maupun Josscarios sepakat pada posisi beli untuk saham TLKM. Giovanni memsang target harga di level Rp 5.000 per saham, dan Josscarios mematok target Rp 4.900 per saham. Senin (16/4), saham TLKM ditutup menguat 40 bps atau 1,09% ke level Rp 3.700 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini