Valuasi saham sudah tinggi, tunggu koreksi dulu baru beli saham farmasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi virus corona telah meluluhlantakkan perekonomian, kinerja perusahaan, hingga fasilitas kesehatan Indonesia. Walau begitu, pandemi corona dinilai menjadi katalis positif bagi emiten sektor farmasi.

Analis NH Korindo Sekuritas Putu Chantika menyebut, pandemi Covid-19 telah mendorong masyarakat untuk lebih peduli terhadap kesehatannya. Salah satu indikasinya adalah permintaan suplemen dan produk kesehatan lainnya yang naik seiring naiknya jumlah masyarakat yang mengonsumsinya. Secara garis besar, hal tersebut menjadi katalis positif bagi sektor farmasi karena bisa menopang pendapatannya.

“Hal ini kemudian berpengaruh terhadap harga saham emiten farmasi yang sudah cukup tinggi. Saham farmasi sudah di-trading di atas rata-rata price earning (PE) industrinya yang sebesar 21,3x, sehingga lebih baik menunggu saham-saham tersebut mengalami koreksi baru dikoleksi kembali,” kata Putu kepada Kontan.co.id, Minggu (13/9).


Baca Juga: Simak rekomendasi beberapa emiten farmasi di tengah pengembangan vaksin corona

Terkait kabar perkembangan vaksin virus corona, Putu menilai, sentimen tersebut ibarat pedang bermata dua. Jika mempertimbangkan upaya pemerintah untuk mempercepat perkembangan vaksin Covid-19, hal ini bisa menjadi katalis positif bagi sektor farmasi. Walaupun secara riilnya, kemungkinan besar produksi secara massal baru mulai pada pertengahan 2021.

Namun, apabila proses pengembangan vaksin covid-19 ini mengalami hambatan, Putu mengatakan, hal tersebut jadi katalis negatif bagi sektor farmasi untuk ke depannya. Selain itu, Putu juga mempertimbangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) karena erat kaitannya dengan bahan baku obat-obatan.

“Jika dilihat akhir kuartal I-2020 dan pertengahan kuartal II-2020, adanya kasus covid-19 di Indonesia dan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami depresiasi. Kami berharap dengan kembali diberlakukannya PSBB ini, tidak terlalu memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah ke depan,” tambah Putu.

Putu sendiri menjadikan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) sebagai emiten farmasi pilihannya. Menurutnya, saham KLBF merupakan salah satu saham yang cukup resilient dan defensive jika mempertimbangkan performa keuangannya selama semester I 2020.

“Untuk prospek ke depannya, kami masih memantau perkembangan vaksin yang dilakukan oleh KLBF dengan perusahaan Genexine, Inc (Korea Selatan). Jika vaksin ini berhasil, kemungkinan besar vaksin ini akan memiliki margin yang lebih tinggi dibandingkan dengan penjualan obat-obatan unbranded generics dan ditambah dengan jaringan distribusi yang kuat,” kata Putu.

Dengan pertimbangan tersebut, Putu merekomendasikan beli saham KLBF dengan target harga Rp 1.870 per saham.

Selanjutnya: Berbagai kiat dilakukan pabrikan farmasi untuk menanggulangi kenaikan kurs dolar AS

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat