Valuasi saham tambang susut US$ 1,4 triliun



LONDON. Pamor bisnis tambang memang sedang meredup lantaran harga komoditas jeblok. Tak pelak, valuasi perusahaan tambang pun terus merosot.

Hitungan Bloomberg, nilai saham pertambangan dunia telah susut hingga US$ 1,4 triliun sejak tahun 2011. Penyebabnya adalah harga komoditas yang anjlok, utang membengkak dan permintaan China yang melambat.

Ambil contoh Anglo American Plc. Nilai perusahaan produsen platinum terbesar dunia itu rontok hingga 94% sejak 2008 silam. Kini, valuasi Anglo tersisa £ 30 miliar. Padahal di 2008 lalu, valuasi Anglo masih sebesar £ 50 miliar setara dengan US$ 73 miliar.


Penjualan aset lewat akuisisi atau merger menjadi pilihan terbaik untuk membendung kerugian. Terlebih, harga aset tambang saat ini sedang melandai.

"Ada aset yang fantastis namun harganya tertekan dalam tiga bulan hingga enam bulan ke depan," ujar Simon Grenfeel, Co Head of Global Market Commodities Natixis SA di London.

Perusahaan yang dianggap berpotensi menjual saham adalah BHP Billiton Ltd dan Rio Tinto Group. Analis Bank of America Corp, Jason Fairclough menilai, BHP dan Rio Tinto berpotensi meraup dana US$ 21 miliar melalui penjualan saham untuk memperkuat neraca keuangan.

Langkah ini dianggap bisa membantu pendanaan kedua perusahaan melalui ekuitas dari investor. Analis Bank of America juga menyebut, selain BHP dan Rio Tinto, aksi jual saham juga bisa dilakukan oleh Anglo American, Fortescue Metals Group Ltd dan Teck Resources Ltd. Langkah tersebut dilakukan untuk membuat kualitas aset menjadi lebih baik.

Tak cuma menjual saham, Rob Clifford, analis pertambangan Deutsche Bank AG bilang, Rio Tinto juga memiliki posisi terbaik untuk mengakuisisi saham tambang lain. Sebab Rio Tinto memiliki neraca kuat di industrinya.

Paul Gait, analis pertambangan Stanford C Bernstein Ltd menyebut, merger dan akuisisi menjadi pilihan paling tepat. Tapi sayangnya harga komoditas yang melemah meredam rencana aksi merger dan akuisisi.

Maklum bakal cukup sulit bagi perusahaan mendapatkan nilai wajar. Tak heran nilai transaksi merger dan akuisisi perusahaan tambang yang telah terealisasi di tahun lalu menurun 44,89% dibanding tahun sebelumnya menjadi US$ 54 miliar.

Berdasarkan data Bloomberg, angka tersebut belum termasuk nilai merger dan akuisisi perusahaan tambang yang masih tertunda dengan nilai US$ 35 miliar. Padahal di 2014, nilai merger dan akuisisi perusahaan tambang US$ 98 miliar. Dan sempat mencetak rekor tertinggi pada 2006 yang mencapai US$ 224 miliar.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie