Valuasi sudah murah, ini saham LQ45 yang layak koleksi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah saham dengan likuiditas tinggi dan masuk dalam indeks LQ45 sudah memiliki rasio harga terhadap laba alias price to earning ratio (PER) sangat rendah. Semakin rendah PER maka semakin murah harga saham suatu perusahaan. Banyak investor menilai PER adalah gambaran fundamental perusahaan yang penting.

Ada sejumlah perusahaan yang tercatat sudah memiliki PER rendah. Di antaranya adalah PT Indika Energy Tbk (INDY), PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL). Per Kamis (18/10), masing-masing emiten tersebut memiliki PER sebesar 2,41 kali, 3,63 kali dan 4,63 kali. Bahkan PER ketiganya lebih rendah dari PER wajar.

William Hartanto, Analis Panin Sekuritas, mengatakan, PER yang di bawah 5 kali umumnya bagus kalau PER secara keseluruhan dari saham sektor tersebut di bawah 10 kali. Selain PER masih ada price to book value (PBV), yang juga bisa menjadi acuan harga suatu saham murah atau mahal. "Jadi biasanya kalau saham dengan PER di bawah lima kali dan PBV di bawah tiga kali, secara fundamental sudah layak untuk investasi," ujar dia.


Tapi hitungan rasio tersebut tidak cukup. Sebab rasio yang berhubungan dengan harga sangat mudah dibentuk dan selalu berubah setiap hari. Karena itu, William menyarankan investor juga menilik rasio profitabilitas, seperti return on equity (ROE) dan return on investment (ROI). "Akan bagus ketika ROE di atas 20%," jelas dia.

Menurut Head of LOTS Service Lotus Andalan Sekuritas Krishna Dwi Setiawan, menjelang tutup tahun seharusnya PER sudah tidak lagi dilihat. "Belum tentu di 2019 saham-saham tersebut masih bisa tumbuh," ujar dia.

Krishna mencontohkan WSKT dan INDY. Menurut dia, tahun ini harga kedua saham tadi sudah di puncak performa mereka.

Sehingga di tahun depan, Krishna menilai akan sulit bagi kedua perusahaan untuk tumbuh lebih tinggi lagi. "Justru yang paling bagus itu kalau saham dengan PER tinggi tapi ada prospek PER bisa lebih rendah. Saham-saham seperti itu biasanya banyak diburu investor," kata dia.

Saham pilihan

Dari perhitungan yang dipakai oleh William, dia menyarankan untuk mengoleksi saham LQ45 seperti SRIL, PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Jasa Marga Tbk (JSMR), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) dan PT Elnusa Tbk (ELSA). "Bisnis emiten tersebut bagus, harganya murah sepanjang tahun karena tren harga menurun, padahal kinerja keuangannya oke," ujar dia. Sentimen lain bagi PTBA dan ELSA adalah harga komoditas yang sedang menguat dan bisa membantu mengerek kinerja.

Rendy Wijaya, Analis Phyntacro Sekuritas, justru menilai saham WSKT paling menarik untuk dibeli. Ini sejalan dengan program pemerintah yang akan fokus pada proyek strategis nasional (PSN), yang akan berlanjut di 2019. "Pembayaran beberapa proyek sebelumnya, salah satunya proyek LRT Sumatra Selatan, menjadi buffer dan meningkatkan likuiditas WSKT," kata dia. Dia menghitung target harga WSKT di Rp 2.000 per saham.

Kepala Riset Koneksi Kapital Sekuritas Alfred Nainggolan pun sepakat saham WSKT dan SRIL memiliki prospek baik hingga akhir 2018. SRIL misalnya, diuntungkan pelemahan rupiah. Pasalnya, pendapatan SRIL mayoritas berasal dari ekspor.

Analis Senior CSA Research Reza Priyambada berpandangan lain. Emiten LQ45 yang memiliki valuasi murah adalah INDY. Sebab menurut dia, semester I-2018 pertumbuhan laba bersih naik 48,9% secara year on year (yoy) menjadi US$ 76,3 juta.

Reza menambahkan, saham-saham tersebut masih sangat menarik dikoleksi hingga tahun depan, khususnya jika melihat dari level PER yang sangat rendah. "Kami yakin pertumbuhan ekonomi di tahun 2019 akan lebih tinggi, sehingga ruang pertumbuhan laba emiten juga berpotensi meningkat," ujar dia.

Menurut dia, saham INDY berpotensi menuju Rp 2.750–Rp 2.850. Kamis (18/10), harga INDY ditutup melemah 2,23% menjadi Rp 2.530 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati