Valuator khusus kekayaan intelektual di Indonesia belum ada



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penilai atau valuator untuk Kekayaan Intelektual (KI) diperlukan dalam mekanisme pertama Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang akan dijadikan jaminan pinjaman. Indonesia sendiri saat ini belum ada valuator atau penilai yang khusus mengenai KI.

Dirjen Kekayaan Intelektual Freddy Haris menjelaskan adanya penilai khusus mengenai KI menjadi hal yang penting dalam menjembatani antara kreditur dan pemilik hak cipta nantinya. Rencananya akan ada pendidikan bagi penilai khusus KI.

"Nah ini mekanisme pertama dibentuk appraisal yang mengerti tentang KI kalau tidak nanti akan salah nilainya, nah ini kita belum ada di Indonesia appraisal tentang KI, makanya kita ingin bikin pendidikan bagaimana meng-appraisal karena dia harus khusus," jelas Freddy Haris saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (31/1).


Freddy memberi contoh dengan adanya beberapa merek lama yang kembali terlihat menjadi salah satu alasan pentingnya penilai yang paham betul mengenai KI. "Contohnya, ada yang udah pailit kayak Nyonya Meneer berapa sih nilai mereknya gitu kalau perusahaannya kan udah pailit, ini banyak orang yang tertarik karena ada nilai sejarahnya segala macem, itu yang jadi sesuatu yang khusus. Misalnya merek lama kayak Diadora dan lain-lain mereka muncul lagi, artinya nilai merek lama itu punya nilai," terang Freddy.

Guna memuluskan HKI menjadi jaminan nantinya akan dibuat sebuah pendidikan penilaian yang bekerjasama dengan appraisal umum. Penilai disebut Freddy adalah seseorang yang sudah dilatih secara khusus mengenai KI.

"Ya itu pertama harus disiapkan pengetahuan dasarnya bagaimana evaluasinya, lalu nanti kita bikin pendidikan appraisal yang nanti kerjsama dengan appraisal umum tapi dia harus punya sertifikat khusus buat KI," imbuh Freddy. Ditargetkan tahun ini atau tahun depan sudah ada penilai yang khusus dalam KI.

Namun, jika kedua belah pihak yaitu pemilik hak cipta dan debitur sudah ada kepercayaan sendiri dinilai Freddy kemungkinan penilai bisa tidak diperlukan. "Tapi kalau kedua belah pihak percaya yaudah ngga papa, misal nilai merk A harus ada evaluasi berapa," kata Freddy.

Dalam Pasal 16 ayat 3 UU No. 28 tahun 2014 pelaku industri kreatif termasuk pengarang lagu dapat menjaminkan hak cipta yang dimilikinya kepada bank. Namun, implementasinya belum maksimal hingga saat ini.

Selain itu, Freddy menginginkan agar semakin banyak masyarakat yang mendaftarkan HKI atas produk yang dimilikinya yang nantinya dapat digunakan sebagai pembiayaan. "Orang harus konsen sama KI, negara maju mencari uang dari KI hlo," terang Freddy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .