KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penelitian awal varian virus corona (Covid-19) Omicron di Afrika Selatan dan Israel menunjukkan penyebaran lebih cepat. Bahkan varian tersebut menular lebih cepat dibandingkan dengan varian Delta yang menimbulkan lonjakan kasus di Indonesia sebelumnya. Hanya saja belum dapat dipastikan nilai angka reproduksi dari varian tersebut. Meski begitu, upaya pencegahan penularan covid sebelumnya dinilai tetap efektif. Oleh karena itu penting untuk tetap menerapkan protokol kesehatan.
"Vaksin, masker, jaga jarak, karantina, ventilasi dan sirkulasi udara tetap efektif hadapi omicron," ujar Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman kepada Kontan.co.id beberapa waktu lalu. Vaksin dinilai masih berdampak dalam menanggulangi penularan varian omicron. Dicky bilang orang yang tidak divaksin 2,4 kali lebih berisiko mengalami keparahan.
Baca Juga: Petugas bandara Singapura terjangkit omicron dari penumpang yang transit Sementara itu, booster vaksin juga dinilai akan menurunkan risiko keparahan sampai 90%. Gejala umum varian omicron sejauh ini relatif sama dengan varian Delta. "Namun, masih harus menunggu 3 minggu ke depan perkembangan data," terang Dicky. Dicky bilang mayoritas varian Covid-19 memiliki gejala ringan hingga sedang. Meski begitu sekitar 5% akan perlu ICU/Ventilator serta kecepatan penularan akan berdampak pada beban fasilitas kesehatan. Sementara itu berdasarkan keterangan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, ada rentang waktu dalam mengidentifikasi karakteristik varian baru. Identifikasi perubahan genetik atau mutasi virus merupakan hal yang mudah dan cepat untuk dilakukan di laboratorium. Namun tidak semua perubahan genetik ini mengubah karakteristik virus. Terutama yang dapat memperburuk seperti lebih menular, bergejala lebih parah dan efektivitas vaksin. Hasil studi meta analisis dan berbagai rekomendasi organisasi kesehatan menetapkan masa inkubasi Covid-19 adalah 14 hari. WHO dalam rekomendasinya, menyarankan durasi ini perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing negara. Selama ini penyesuaian durasi didasarkan pada modeling matematika. Hal itu untuk melihat besaran peluang lolosnya orang positif apabila durasi karantinanya dipersingkat, ditambah entry dan exit test.
Baca Juga: Mampu menyebar lebih cepat, masyarakat harus mewaspadai varian omicron Sebagai contoh dari publikasi Escroft (2021) menyimpulkan, karantina selama 8 - 10 hari dengan testing dapat mencegah lebih dari 90% transmisi lokal.
Contoh lainnya publikasi Wells (2020) menyebut probabilitas lolosnya orang positif sebesar 0,0025 jika karantina 8-14 hari dilengkapi testing. "Ke depannya, Indonesia perlu untuk mencatat dan menganalisis data-data individual riil di lapangan. Agar dapat menjadi landasan kebijakan yang lebih optimal mencegah importasi kasus," lanjut Wiku.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #jagajarakhindarikerumunan #cucitangan #cucitanganpakaisabun Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi