Varian virus baru di Inggris menekan harga minyak hingga awal 2021



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Munculnya varian Covid-19 baru di Inggris berdampak pada turunnya harga minyak mentah jelang penutupan akhir tahun. Kondisi tersebut diprediksi bakal berlanjut hingga tahun depan, seiring lemahnya permintaan. 

Mengutip Bloomberg, pada perdagangan Selasa (22/12) harga minyak west texas intermediate (WTI) tercatat koreksi 1,27% ke level US$ 47,36 per barel. Sedangkan untuk jenis Brent Crude tercatat turun 1% ke level US$ 50,40 per barel.

Crude Oil Commodity Specialist Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI/ICDX) Yoga Tirta mengatakan, penurunan harga minyak jelang libur Natal dipicu oleh dua katalis utama. Pertama, imbas dari meluasnya aksi penangguhan perjalanan dari dan ke Inggris, akibat merebaknya jenis virus corona yang baru.


"Kalau sebelumnya hanya negara-negara Eropa yang membatasi akses keluar masuk, Senin (21/12) kemarin negara-negara di luar Eropa juga menerapkan langkah serupa untuk menangguhkan kunjungan dari dan ke Negeri Ratu Elizabeth tersebut," ungkap Yoga kepada Kontan.co.id, Selasa (22/12).

Baca Juga: Ekonomi mulai pulih, ini cara Menkeu menjaga ekonomi di sisa kuartal IV-2020

Ditambah lagi, Inggris juga menerapkan lockdown untuk beberapa kawasan ekonominya seperti London dan Inggris bagian tenggara. Sehingga, katalis penurunan harga minyak kali ini dikarenakan dampak penurunan permintaan bahan bakar, karena aksi pembatasan perjalan. 

Faktor kedua yang membuat harga minyak lesu yakni sinyal dari Rusia yang mendukung untuk pelonggaran pembatasan produksi di Februari 2021 nanti. Alhasil, ada potensi bagi OPEC+ untuk menambah pasokan sebesar 500.000 barel per hari ke pasar minyak global.

"Belum lagi, AS yang saat ini menjadi produsen energi tengah gencar-gencarnya melakukan produksi untuk mengantisipasi program energi bersih sesuai arahan Joe Biden," tambahnya. 

Baca Juga: Harga minyak terkoreksi, dipicu varian baru virus corona yang meredupkan permintaan

Untuk itu, Yoga memandang faktor demand yang melemah dan supply yang berlebih saat ini sukses membuat harga emas tertekan. Prediksinya, ke depan harga akan bergerak di kisaran support US$ 35 per barel dengan level resistance di US$ 60 per barel.

"Untuk demand, kemungkinan masih berpotensi melemah paling tidak hingga paruh pertama 2021. Kalaupun berpeluang menuju resistance, kemungkinan didukung sentimen vaksin untuk mengatasi jenis virus baru," kata Yoga. 

Baca Juga: Sri Mulyani sebut, kinerja ekspor impor menunjukkan turning point yang solid

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati