Video Porno Merebak, RPM Konten Multimedia Dibahas Lagi



JAKARTA. Pembahasan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang pembatasan konten multimedia menjadi bergulir lagi. Ini merupakan akibat dari merebaknya video porno menyerupai artis yang banyak beredar dari masyarakat. Komisi I DPR dan Kementerian Komunikasi dan Informatika sepakat untuk membahas calon beleid yang sebelumnya banyak menuai kritik ini. Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengatakan kalau beleid ini akan dibahas lagi karena mendapatkan dukungan dari DPR. Dia mengatakan kalau RPM ini bisa untuk mengatur penyebaran informasi yang bermuatan negatif yang berakibat buruk bagi masyarakat.

"Kita akan segera bahas dan laksanakan peraturan itu," ujar Tifatul sesuai rapat kerja dengan Komisi I DPR, Rabu (16/6). Dalam RPM itu akan dimasukkan soal kewajiban seluruh warnet dan sekolah-sekolah untuk menaruh software anti negatif list.

Menteri asal Partai Keadilan Sejahtera ini menegaskan kalau RPM ini tidak akan memberangus kebebasan orang untuk mendapatkan informasi dari internet. Yang akan diatur dalam beleid ini adalah konten internet yang bermuatakan hal-hal negatif seperti pornografi. Untuk menentukan, apa saja yang ada di dalam negatif list itu akan disertakan pendapat dari masyarakat. Ketua Komisi I DPR RI Kemal Azis Stamboel menegaskan kalau pembahasan RPM Konten Multi Media ini tidak akan membelenggu kebebasan pers. Karena sebelumnya RPM yang sama menuai konroversi karena dikuatirkan akan mengekang kebebasan pers.


“Kita hanya fokus pada konten-konten yang selektif. Sehingga dapat membantu keberadaan informasi tersebut untuk kemaslahatan masyarakat,” ujarnya. Pembahasan beleid ini akan dilakukan oleh Komisi I dengan Kementerian pada masa sidang DPR selanjutnya. Pembahasan ini akan dilakukan pada DPR setelah reses pada bulan Juli depan. Sebelumnya, RPM Konten ini pernah menjadi kontroversi, bahkan Presiden SBY sempat memberikan teguran kepada Tiffatul. Dewan Pers juga menolak keberadaan RPM Konten tersebut. Ada pasal-pasal dalam beleid tersebut yang bertentangan dengan Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. RPM Konten itu pada intinya melarang penyelenggara jasa internet untuk mendistribusikan konten yang dianggap ilegal dan mewajibkan adanya penyaringan semua konten yang dianggap ilegal. Dlam beleid ini juga ada pembentukan Tim Konten sebagai lembaga sensor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi