KONTAN.CO.ID - REUTERS - Visa, perusahaan layanan pembayaran global berbasis kartu, berencana untuk melakukan pemutusan hubungan kerja alias PHK kepada sekitar 1.400 karyawan dan kontraktor. Mengutip laporan Wall Street Journal hari Selasa (29/10), PHK akan dilakukan pada akhir tahun ini. Alasan PHK karena raksasa kartu tersebut berupaya untuk merampingkan bisnis internasionalnya. WSJ melaporkan, mengutip orang-orang yang mengetahui masalah tersebut memperkirakan ada sekitar 1.000 karyawan yang di PHK tersebut saat ini bekerja bagian teknologi.
Baca Juga: Mengagetkan! Ekonomi Jerman Masih Bisa Tumbuh 0,2% Saat Diprediksi Terjadi Resesi Laporan tersebut menambahkan bahwa sebagian besar PHK lainnya akan difokuskan pada penjualan pedagang Visa dan peran kemitraan digital global. Menurut laporan tersebut beberapa PHK sudah terjadi sejak minggu lalu. Visa berencana untuk mempertahankan pekerjanya di tim kemitraan digital global hingga akhir tahun. Seorang juru bicara Visa mengatakan kepada Reuters bahwa perusahaan terus mengembangkan model operasionalnya untuk mendukung pertumbuhan bisnis, "yang dapat menyebabkan penghapusan beberapa peran." Perusahaan berharap untuk meningkatkan jumlah karyawan di Visa di masa mendatang, kata juru bicara tersebut. Visa pada akhir tahun fiskal 2023 mempekerjakan 28.800 karyawan . Pemroses pembayaran terbesar di dunia akan melaporkan pendapatan kuartal keempatnya setelah pasar tutup.
Kinerja Keuangan
Sementara di sisi kinerja keuangan, Visa mengalahkan ekspektasi Wall Street untuk laba kuartal keempat yang diumumkan pada hari Selasa (29/10). Visa melaporkan laba bersih sebesar US$ 9,62 miliar pada kuartal keempat, sementara para analis memperkirakan US$ 9,49 miliar. Berdasarkan basis yang disesuaikan, Visa memperoleh laba US$ 2,71 per saham, mengalahkan ekspektasi US$ 2,58.
Tonton: Menperin: Pemerintah Prioritaskan Selamatkan Karyawan Sritex dari PHK Saham Visa telah naik 8,3% pada tahun 2024, mengikuti lonjakan 22% dalam indeks acuan S&P 500. Kenaikan laba karena konsumen mengesampingkan kekhawatiran akan ekonomi yang melambat sehingga getol menggesek kartu mereka untuk berfoya-foya untuk melakukan perjalanan dan makan di luar. Perbaikan kinerja Visa membuat Harga sahamnya naik 2% dalam perdagangan pada awal pekan ini. Pengeluaran konsumen AS sebagian besar tetap tangguh meskipun suku bunga meningkat, dengan analis memperkirakan soft landing bagi ekonomi untuk meningkatkan kepercayaan dan menyalakan kembali pertumbuhan pengeluaran.
Baca Juga: Puluhan Pabrik TPT Terancam Alami Nasib Serupa dengan Sritex Volume pembayaran naik 8% pada kuartal tersebut berdasarkan dolar konstan, sementara volume lintas batas tidak termasuk intra-Eropa, ukuran permintaan perjalanan internasional, melonjak 13%. Kepala Keuangan Visa Chris Suh dalam pertemuan dengan analis mengatakan pengeluaran konsumen di semua segmen tetap relatif stabil, dibandingkan dengan kuartal ketiga. "Pendorong yang mendasarinya tetap cukup stabil," kata Suh kepada Reuters, seraya menambahkan bahwa ia memperkirakan ketahanan konsumen akan berlanjut hingga 2025.
Baca Juga: Menaker: Presiden Prabowo akan Selamatkan Pekerja Sritex Namun, pertumbuhan volume pembayaran Asia-Pasifik tetap di bawah ekspektasi karena lingkungan ekonomi saat ini, terutama di Tiongkok, yang telah bergulat dengan sentimen bisnis yang lemah dan krisis properti yang berkepanjangan. Visa memperkirakan pertumbuhan laba bersih yang disesuaikan untuk tahun 2025 dalam angka satu digit tinggi hingga dua digit rendah. Itu dibandingkan dengan ekspektasi Wall Street sebesar 10,8%, menurut data yang dikumpulkan oleh LSEG. Perusahaan mengharapkan pertumbuhan laba per saham yang disesuaikan berada di ujung atas dua digit rendah, dibandingkan dengan ekspektasi pertumbuhan 11,7%.
Masalah Hukum Persaingan Usaha
Sementara itu, Departemen Kehakiman AS bulan lalu menggugat Visa karena diduga memonopoli pasar kartu debit. Visa menyebut klaim tersebut tidak berdasar.
Gugatan itu muncul beberapa bulan setelah kemunduran hukum besar lainnya bagi Visa, ketika seorang hakim pada bulan Juni menolak penyelesaian antimonopoli senilai US$ 30 miliar di mana Visa dan Mastercard telah setuju untuk membatasi biaya yang mereka kenakan kepada pedagang. "Kami akan membela diri dengan penuh semangat dan yakin dengan kemampuan kami untuk menunjukkan bahwa Visa bersaing untuk setiap transaksi di ruang debit yang berkembang pesat yang terus tumbuh dan melihat pendatang baru," kata CEO Ryan McInerney kepada para analis.
Editor: Syamsul Azhar