JAKARTA. Akhirnya Kementerian Perdagangan (Kemdag) mengalokasikan kuota impor produk hortikultura untuk semester II–2014. Cuma, tak seperti biasanya, untuk paruh kedua ini, impor produk hortikultura mengalami penurunan tajam. Jumlah surat persetujuan impor (SPI) yang diterbitkan Kemdag pun hanya 58 SPI, dengan volume impor sebanyak 332.685 ton.Komposisi SPI yang diterbitkan terdiri atas 38 importir terdaftar (IT) lama dan 15 IT baru. Produk yang bakal diimpor pada kurun waktu enam bulan terakhir tahun ini terdiri atas 11 jenis, antara lain anggur, apel, bawang bombai, jeruk mandarin, grapefruit, kentang segar, lemon dan limau, lengkeng, melon, orange segar, dan wortel.Padahal, pada semester I, Kemdag mengeluarkan izin impor produk hortikultura kepada 152 IT dengan volume mencapai 734.966 ton. Artinya terjadi penurunan volume hingga 54,73%. Jumlah produk yang diimpor di semester I pun lebih banyak; yaitu, 16 jenis, terdiri atas 13 buah seperti pisang konsumsi, mangga, jeruk, anggur, melon, apel, durian, dan lengkeng. Sementara, untuk jenis sayuran yang diimpor meliputi kentang segar dan dingin untuk konsumsi, bawang bombai segar untuk konsumsi dan wortel.Bachrul Chairi, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemdag, mengatakan, penurunan jumlah IT maupun volume impor produk hortikultura pada semester II tersebut tidak lain karena kebijakan Kemdag dalam menerapkan aturan impor yang baru. Yakni, wajib merealisasikan importasinya paling sedikit 80% dari persetujuan impor yang diberikan.Jika tak mampu merealisasikannya, Kemdag akan mencabut izin impor perusahaan. Aturan tersebut sudah ditetapkan dan berada dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 47/M-DAG/PER/8/2013 tentang perubahan atas Permendag Nomor 16/M-DAG/PER/4/2013 tentang ketentuan impor produk hortikultura. Dengan kebijakan itu, akan terjadi penyesuaian dalam importasi. Karena, bila impor terlalu banyak, tidak hanya petani hortikultura lokal yang rugi, importir juga bisa tekor. "Dalam kebijakan tidak ada batasan jumlahnya, tapi ada tanggungjawab sosial," kata Bachrul, akhir pekan lalu.Realisasi impor rendahRealisasi impor produk hortikultura pada semester I ternyata masih jauh dari persetujuan yang diberikan Kemdag. Menurut Bachrul, realisasi impor produk hortikultura hanya sekitar 23% dari izin impor yang diberikan. Benny Kusbini, Ketua Dewan Hortikultura Nasional (DHN), mengatakan, dalam pemberian izin impor produk hortikultura, pemerintah seharusnya melakukan penghitungan yang matang terkait konsumsi masyarakat. Ini agar tidak terjadi distorsi dengan produk hortikultura yang dihasilkan petani lokal. Namun, disadari juga bahwa konsumen memiliki hak untuk mengkonsumsi produk hortikultura dari luar negeri. Selama ini, produk hortikultura dalam negeri kalah bersaing karena tidak adanya promosi dan kemasan produk yang baik. Benny mencontohkan, hotel mewah di Thailand dan Jepang lebih suka menyajikan produk hortikultura lokal mereka.Padahal, menurutnya, produk hortikultura yang di produksi di Thailand dan Jepang itu banyak juga dihasilkan di dalam negeri. Beberapa produk potensial dari dalam negeri tersebut antara lain salak, manggis, nangka, belimbing, semangka, mangga, dan jambu air.Bila permintaan produk hortikultura dalam negeri meningkat, maka importir akan melirik potensi bisnis tersebut. "Tidak mustahil, importir semangat untuk melakukan pembelian buah dari dalam negeri," ungkap Benny. nCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Volume impor hortikultura menciut
JAKARTA. Akhirnya Kementerian Perdagangan (Kemdag) mengalokasikan kuota impor produk hortikultura untuk semester II–2014. Cuma, tak seperti biasanya, untuk paruh kedua ini, impor produk hortikultura mengalami penurunan tajam. Jumlah surat persetujuan impor (SPI) yang diterbitkan Kemdag pun hanya 58 SPI, dengan volume impor sebanyak 332.685 ton.Komposisi SPI yang diterbitkan terdiri atas 38 importir terdaftar (IT) lama dan 15 IT baru. Produk yang bakal diimpor pada kurun waktu enam bulan terakhir tahun ini terdiri atas 11 jenis, antara lain anggur, apel, bawang bombai, jeruk mandarin, grapefruit, kentang segar, lemon dan limau, lengkeng, melon, orange segar, dan wortel.Padahal, pada semester I, Kemdag mengeluarkan izin impor produk hortikultura kepada 152 IT dengan volume mencapai 734.966 ton. Artinya terjadi penurunan volume hingga 54,73%. Jumlah produk yang diimpor di semester I pun lebih banyak; yaitu, 16 jenis, terdiri atas 13 buah seperti pisang konsumsi, mangga, jeruk, anggur, melon, apel, durian, dan lengkeng. Sementara, untuk jenis sayuran yang diimpor meliputi kentang segar dan dingin untuk konsumsi, bawang bombai segar untuk konsumsi dan wortel.Bachrul Chairi, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemdag, mengatakan, penurunan jumlah IT maupun volume impor produk hortikultura pada semester II tersebut tidak lain karena kebijakan Kemdag dalam menerapkan aturan impor yang baru. Yakni, wajib merealisasikan importasinya paling sedikit 80% dari persetujuan impor yang diberikan.Jika tak mampu merealisasikannya, Kemdag akan mencabut izin impor perusahaan. Aturan tersebut sudah ditetapkan dan berada dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 47/M-DAG/PER/8/2013 tentang perubahan atas Permendag Nomor 16/M-DAG/PER/4/2013 tentang ketentuan impor produk hortikultura. Dengan kebijakan itu, akan terjadi penyesuaian dalam importasi. Karena, bila impor terlalu banyak, tidak hanya petani hortikultura lokal yang rugi, importir juga bisa tekor. "Dalam kebijakan tidak ada batasan jumlahnya, tapi ada tanggungjawab sosial," kata Bachrul, akhir pekan lalu.Realisasi impor rendahRealisasi impor produk hortikultura pada semester I ternyata masih jauh dari persetujuan yang diberikan Kemdag. Menurut Bachrul, realisasi impor produk hortikultura hanya sekitar 23% dari izin impor yang diberikan. Benny Kusbini, Ketua Dewan Hortikultura Nasional (DHN), mengatakan, dalam pemberian izin impor produk hortikultura, pemerintah seharusnya melakukan penghitungan yang matang terkait konsumsi masyarakat. Ini agar tidak terjadi distorsi dengan produk hortikultura yang dihasilkan petani lokal. Namun, disadari juga bahwa konsumen memiliki hak untuk mengkonsumsi produk hortikultura dari luar negeri. Selama ini, produk hortikultura dalam negeri kalah bersaing karena tidak adanya promosi dan kemasan produk yang baik. Benny mencontohkan, hotel mewah di Thailand dan Jepang lebih suka menyajikan produk hortikultura lokal mereka.Padahal, menurutnya, produk hortikultura yang di produksi di Thailand dan Jepang itu banyak juga dihasilkan di dalam negeri. Beberapa produk potensial dari dalam negeri tersebut antara lain salak, manggis, nangka, belimbing, semangka, mangga, dan jambu air.Bila permintaan produk hortikultura dalam negeri meningkat, maka importir akan melirik potensi bisnis tersebut. "Tidak mustahil, importir semangat untuk melakukan pembelian buah dari dalam negeri," ungkap Benny. nCek Berita dan Artikel yang lain di Google News