KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Timah Tbk (
TINS) akan lebih ekspansif tahun ini. Total alokasi belanja modal atau
capital expenditure (capex) berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2021 sebesar kurang lebih Rp 1,9 triliun. Jumlah ini naik dari alokasi capex tahun lalu yang hanya Rp 1,5 triliun. Sekretaris Perusahaan PT Timah Muhammad Zulkarnaen Dharmawi mengatakan, capex ini rencananya akan digunakan untuk biaya investasi di TINS dan anak perusahaan dengan persentase 94% berbanding 6%. “Di Timah, biaya terbesarnya dialokasikan untuk perluasan kapasitas untuk meningkatkan produksi, sisanya untuk pengembangan usaha dan lain-lain,” ujar Zulkarnaen kepada Kontan.co.id, Minggu (17/1). Meski tidak merinci, Zulkarnaen mengatakan capex ini akan dibiayai oleh dana internal perusahaan dan menggunakan
long term financing.
Adapun produksi logam ditargetkan di atas 50.000 ton, dengan penjualan sekitar 92% dari produksi. Angka produksi ini seiring dengan pertumbuhan konsumsi logam timah dunia pada tahun 2021 yang diprediksi naik 3,6% menjadi sebesar 353.900 ton dari 341.650 ton pada tahun 2020.
“Kami menargetkan peningkatan produksi dan penjualan yang lebih tinggi dari pencapaian tahun 2020,” sambung Zulkarnaen.
Baca Juga: Saham pelat merah melesat sejak awal tahun, ini pendorongnya Dalam risetnya, Jumat (8/1), analis BRI Danareksa Sekuritas Stefanus Darmagiri memperkirakan harga timah akan solid di semester pertama 2021. Hal tersebut sejalan dengan pemulihan ekonomi, optimisme akan ketersediaan vaksin Covid-19, dan dukungan ekonomi dari pemerintah. Dari sisi penawaran, terjadinya musim penghujan antara November hingga Maret di negara-negara penghasil utama timah, seperti Indonesia, diperkirakan akan mengganggu pasokan timah pada kuartal pertama 2020. Oleh karena itu, BRI Danareksa Sekuritas mengasumsikan harga rata-rata timah akan berada di level US$ 19.000 per ton untuk tahun ini dan US$ 20.000 per ton untuk tahun 2022. Di sisi lain, dengan adanya pemulihan ekonomi China pada tahun 2020, dan pemulihan penuh yang diharapkan terjadi pada tahun 2021, BRI Danareksa memperkirakan adanya normalisasi kebijakan ekonomi dan pelonggaran kebijakan era pandemi yang akan mengarah pada pengurangan paket stimulus. Karenanya, hal ini diyakini akan mengurangi permintaan komoditas tambang logam global pada semester kedua tahun ini. Stefanus mengharapkan adanya peningkatan pendapatan TINS untuk tahun 2021. Proyeksi ini terutama karena adanya ekspektasi harga timah yang solid, penurunan utang yang berkelanjutan untuk memperkuat posisi neraca, serta inisiatif efisiensi biaya yang dilakukan PT Timah.
Baca Juga: IHSG menguat 1,85% sepekan, analis MNC: Vaksinasi picu arus modal asing Selain itu, pengembangan proyek Ausmelt yang diharapkan akan mulai beroperasi pada awal 2022 dan proyek logam tanah jarang
(rare earth project) diharapkan bisa menyokong pendapatan jangka menengah hingga jangka panjang emiten BUMN ini.
Penjualan logam timah TINS hingga kuartal ketiga 2020 tercatat sebesar 45.548 ton atau turun 9,49% (yoy) dibandingkan penjualan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 50.326 ton. BRI Danareksa Sekuritas memperkirakan volume penjualan timah PT Timah mencapai 55.000 ton pada tahun 2020, sementara penjualan timah di tahun ini cenderung flat, sekitar 55.000 ton. BRI Danareksa Sekuritas mempertahankan rekomendasi
hold saham TINS dengan target harga Rp 1.600 per saham. Senin (18/1), harga saham TINS merosot 6,84% ke Rp 2.180 per saham.
Baca Juga: Pergerakan harga komoditas ini ambil andil dalam surplus neraca dagang Desember 2020 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati