Volume penjualan industri rokok turun 9,4% hingga kuartal III-2020



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Volume penjualan rokok secara industri turun 9,4% secara year on year (yoy) pada kuartal III-2020 menjadi 70,2 miliar batang. Meskipun begitu, penurunan ini lebih baik dibanding kuartal II-2020 yang turun 17,5% yoy.

Secara kumulatif, sepanjang sembilan bulan pertama 2020, volume penjualan rokok industri mencapai 201,7 miliar batang atau turun 9,4% secara tahunan. Dalam risetnya, Rabu (21/10), Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Christine Natasya mengatakan, realisasi ini masih sejalan dengan estimasinya.

Akan tetapi, Christine menyampaikan, volume penjualan salah satu perusahaan rokok besar di Indonesia, yakni PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) masih mencatatkan penurunan yang lebih dalam dibanding industri. Pada kuartal III-2020, anak usaha Philip Morris International ini hanya berhasil menjual 19,8 miliar batang rokok atau lebih rendah 20,8% yoy.


Meskipun begitu, jumlah ini lebih tinggi dari volume penjualan kuartal II-2020 HMSP yang sebanyak 18 miliar. "Sementara secara kumulatif, volume penjualan HMSP sepanjang sembilan bulan pertama 2020 turun 19,2% menjadi 58,2 miliar batang. Ini juga masih sejalan dengan proyeksi kami," ucap Christine.

Baca Juga: Kenaikan cukai dan pelemahan daya beli membayangi saham rokok

Menurut dia, penurunan volume penjualan HMSP yang lebih dalam daripada industri disebabkan oleh kenaikan harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) terutama pada merek-merek yang menjadi andalan Sampoerna. Hal ini terjadi seiring dengan adanya kenaikan tarif cukai dan harga jual eceran pada 2020.

Sebagai produsen rokok yang tergolong tier-1, kenaikan ASP ini memperlebar selisih harga jual produk Sampoerna dengan produsen rokok tier-2. "Terlebih lagi, terjadi pelemahan daya beli pada masyarakat berpenghasilan rendah sebagai dampak dari pandemi Covid-19," ungkap Christine.

Alhasil, masyarakat berpenghasilan memilih beralih ke rokok dengan harga yang lebih murah. Melihat kondisi ini, Christine merekomendasikan hold untuk saham HMSP dengan target harga Rp 1.820 per saham.

Kemudian, secara sektoral, Christine melihat prospek bisnis dan saham rokok masih dibayangi sejumlah sentimen negatif. Yang pertama terkait dengan adanya anjuran dari World Health Organization (WHO) agar pemerintah Indonesia menaikkan tarif cukai sebesar 25% setiap tahunnya yang tergolong tinggi jika dibandingkan dengan historis kenaikan tarif cukai.

Baca Juga: Cukai rokok naik, pemerintah harus kendalikan impor tembakau

Sentimen negatif kedua datang dari kabar yang beredar bahwa pemerintah berencana menaikkan tarif cukai 17% secara rata-rata pada 2021. Meski lebih rendah dari tahun lalu, kenaikan ini masih di atas prediksi konsensus yang sebesar 10%.

"Dalam pandangan kami, apabila tarif cukai rokok naik 17% ditambah lagi dengan kenaikan upah minimum provinsi yang dikabarkan hanya di kisaran low-single-digit, pemulihan volume penjualan rokok pada 2020 diprediksi akan lebih lambat," ungkap Christine.

Selain itu, margin bisnis perusahaan rokok berpotensi turun karena produsen kemungkinan bakal meneruskan kenaikan tarif cukai ke pelanggan secara perlahan. Sembari menunggu Peraturan Menteri Keuangan terkait kenaikan cukai tahun depan, Christine mempertahankan sikap netral pada sektor ini.

Baca Juga: Tersundut cukai rokok, penerimaan cukai hingga September 2020 tumbuh 7,24%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati