Volume transaksi obligasi korporasi tumbuh lebih kencang dibanding transaksi SUN



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi korporasi relatif masih menarik di tengah banyaknya sentimen negatif yang terjadi beberapa bulan terakhir. Buktinya, walau dari sisi nilai transaksi masih terbilang rendah, namun volume transaksi obligasi korporasi dalam empat bulan terakhir tumbuh lebih tinggi ketimbang obligasi pemerintah.

Data IDX menunjukkan sejak awal tahun volume transaksi obligasi korporasi di pasar sekunder tumbuh 80,99% (Ytd) dari Rp 17,47 triliun di bulan Januari menjadi Rp 31,62 triliun per April lalu. Sebaliknya, volume transaksi obligasi pemerintah justru turun 19,77% (Ytd) dari Rp 566,27 triliun menjadi Rp 454,31 triliun pada bulan April.

Analis Fixed Income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra menganggap wajar ketika volume transaksi obligasi korporasi terus meningkat sepanjang tahun ini. Pasalnya, obligasi tersebut relatif lebih tahan terhadap tekanan eksternal. Hal ini didukung pula oleh komposisi kepemilikan dana investor asing dalam pasar obligasi Indonesia rata-rata hanya sekitar 7,5% dalam beberapa tahun terakhir.


Kondisi berbeda terjadi di pasar obligasi pemerintah yang mana komposisi kepemilikan dana investor asing mencapai kisaran 38% dari total outstanding obligasi tersebut. Alhasil, tekanan eksternal seperti ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS yang diikuti oleh tren pelemahan rupiah membuat investor asing di pasar obligasi pemerintah rentan melakukan aksi jual.

“Sebagian investor mulai melirik obligasi korporasi karena risiko koreksinya tidak separah obligasi pemerintah,” katanya, Senin (21/5).

Enrico Tanuwidjaja, Head of Economics & Research Finance & Corporate Service UOB Indonesia menambahkan, tawaran kupon yang lebih tinggi daripada obligasi pemerintah membuat volume transaksi obligasi korporasi terus meningkat.

Hal ini didukung pula oleh tren kenaikan yield Surat Utang Negara (SUN), sehingga membuat yield obligasi korporasi mau tak mau menyesuaikan tren tersebut walau secara perlahan.

Di samping itu, peningkatan volume transaksi obligasi korporasi juga didorong oleh adanya Peraturan dari Bank Indonesia atau PBI No. 20/4/PBI/2018 mengenai rasio intermediasi makroprudensial.

Dalam aturan tersebut, bank dimungkinkan untuk membeli surat berharga seperti obligasi korporasi dan dapat dihitung sebagai pembiayaan yang disalurkan. Jika bank tidak mampu memenuhi peraturan tersebut, maka akan dikenakan disisentif. “Peraturan ini mampu mendorong permintaan obligasi korporasi dari perbankan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sofyan Hidayat