JAKARTA. Hasrat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengelola air bersih sendiri, tanpa menggandeng swasta, tampaknya bakal terwujud. Kemarin, Selasa (24/3), Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membatalkan perjanjian kerjasama pengelolaan air antara PT PAM Jaya dengan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra) yang sudah berlangsung sejak 1997. Dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim Iim Nurohim menilai, perjanjian kerjasama tersebut melanggar Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 13 tahun 1992 tentang Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta. Yakni, pemerintah daerah (pemda) telah melalaikan kewajiban pemenuhan hak air minum warga Jakarta. Apalagi, "Kerjasama tersebut juga merugikan PAM Jaya dan negara," kata Iim dalam persidangan. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), PAM Jaya diprediksi akan menanggung kerugian sebesar Rp 18 triliun jika perjanjian itu tetap dipertahankan.
Vonis pahit bagi Palyja dan Aetra
JAKARTA. Hasrat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengelola air bersih sendiri, tanpa menggandeng swasta, tampaknya bakal terwujud. Kemarin, Selasa (24/3), Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membatalkan perjanjian kerjasama pengelolaan air antara PT PAM Jaya dengan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra) yang sudah berlangsung sejak 1997. Dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim Iim Nurohim menilai, perjanjian kerjasama tersebut melanggar Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 13 tahun 1992 tentang Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta. Yakni, pemerintah daerah (pemda) telah melalaikan kewajiban pemenuhan hak air minum warga Jakarta. Apalagi, "Kerjasama tersebut juga merugikan PAM Jaya dan negara," kata Iim dalam persidangan. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), PAM Jaya diprediksi akan menanggung kerugian sebesar Rp 18 triliun jika perjanjian itu tetap dipertahankan.