JAKARTA. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mengadili kasus dugaan korupsi terkait pengurusan sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan terdakwa Susi Tur Andayani menolak seluruh dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Susi. Kendati demikian, majelis hakim tetap memutuskan Susi bersalah dalam kasus tersebut dengan menerapkan pasal sendiri.Dalam persidangan kasus yang dipimpin oleh Ketua Mejelis Hakim Gosen Butar Butar tersebut, dua dari tiga hakim anggota yakni Sofialdi dan Alexander Marwata menyatakan perbedaan pendapat (dissenting opinion).Hakim Anggota Sofialdi berpendapat, surat dakwaan Susi yang disusun JPU kabur atau obscure. Menurutnya, surat dakwaan harus dinyatakan batal demi hukum. Oleh karena itu, Susi tidak dapat dipersalahkan dan dijatuhi pidana.Sementara Hakim Anggota Alexander juga berpendapat bahwa JPU lalai dalam menyusun surat dakwaan Susi. Menurut dia, JPU lalai dengan tidak mendakwa Susi dengan Pasal 6 ayat 1 dan Pasal 13 Undang-Undang Tipikor. Kelalaian dalam mendakwa Susi kata Hakim Anggota Alexander seharusnya tidak dilimpahkan tanggungjawabnya kepada Susi.Kendati demikian menurutnya, putusan atau vonis hakim haruslah sesuai dengan apa yang telah didakwakan kepada Susi. Lebih lanjut menurutnya, jika majelis hakim membuat keputusan yang tidak berdasarkan dengan dakwaan maka sama saja dengan memberi kelonggaran terhadap kesalahan JPU. "Hal ini menimbulkan efek buruk dalam penengakan hukum. Tidak tertutup kemungkinan ke depan jaksa penuntut umum akan Membuat surat dakwaan "asal-asalan" dengan harapan dalam proses pemeriksaan di pengadilan majelis hakim akan mengoreksinya sesuai dengan fakta2 di persidangan," tuturnya.Kendati demikian, Hakim Ketua Gosen Butar Butar tetap menjatuhkan putusan terhadap Susi menggunakan pasal Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana, dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Susi terbukti menjadi perantara pemberi suap kepada mantan Ketua MK Akil Mochtar sebesar Rp 1 miliar terkait sengketa Pilkada Kabupaten Lebak. Ia juga terbukti menjadi perantara pemberi suap kepada AKil sebesar Rp 500 juta terkait sengketa Pilkada Lampung Selatan. Ia dijatuhi hukuman pidana lima tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsidair tiga bulan kurungan.Padahal, dalam surat dakwaan Susi dinilai terbukti sebagai perantara penerima suap kepada Akil dalam dua sengketa pilkada tersebut dan dijerat dengan Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Vonis Susi Tur Andayani diwarnai beda pendapat
JAKARTA. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mengadili kasus dugaan korupsi terkait pengurusan sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan terdakwa Susi Tur Andayani menolak seluruh dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Susi. Kendati demikian, majelis hakim tetap memutuskan Susi bersalah dalam kasus tersebut dengan menerapkan pasal sendiri.Dalam persidangan kasus yang dipimpin oleh Ketua Mejelis Hakim Gosen Butar Butar tersebut, dua dari tiga hakim anggota yakni Sofialdi dan Alexander Marwata menyatakan perbedaan pendapat (dissenting opinion).Hakim Anggota Sofialdi berpendapat, surat dakwaan Susi yang disusun JPU kabur atau obscure. Menurutnya, surat dakwaan harus dinyatakan batal demi hukum. Oleh karena itu, Susi tidak dapat dipersalahkan dan dijatuhi pidana.Sementara Hakim Anggota Alexander juga berpendapat bahwa JPU lalai dalam menyusun surat dakwaan Susi. Menurut dia, JPU lalai dengan tidak mendakwa Susi dengan Pasal 6 ayat 1 dan Pasal 13 Undang-Undang Tipikor. Kelalaian dalam mendakwa Susi kata Hakim Anggota Alexander seharusnya tidak dilimpahkan tanggungjawabnya kepada Susi.Kendati demikian menurutnya, putusan atau vonis hakim haruslah sesuai dengan apa yang telah didakwakan kepada Susi. Lebih lanjut menurutnya, jika majelis hakim membuat keputusan yang tidak berdasarkan dengan dakwaan maka sama saja dengan memberi kelonggaran terhadap kesalahan JPU. "Hal ini menimbulkan efek buruk dalam penengakan hukum. Tidak tertutup kemungkinan ke depan jaksa penuntut umum akan Membuat surat dakwaan "asal-asalan" dengan harapan dalam proses pemeriksaan di pengadilan majelis hakim akan mengoreksinya sesuai dengan fakta2 di persidangan," tuturnya.Kendati demikian, Hakim Ketua Gosen Butar Butar tetap menjatuhkan putusan terhadap Susi menggunakan pasal Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana, dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Susi terbukti menjadi perantara pemberi suap kepada mantan Ketua MK Akil Mochtar sebesar Rp 1 miliar terkait sengketa Pilkada Kabupaten Lebak. Ia juga terbukti menjadi perantara pemberi suap kepada AKil sebesar Rp 500 juta terkait sengketa Pilkada Lampung Selatan. Ia dijatuhi hukuman pidana lima tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsidair tiga bulan kurungan.Padahal, dalam surat dakwaan Susi dinilai terbukti sebagai perantara penerima suap kepada Akil dalam dua sengketa pilkada tersebut dan dijerat dengan Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News