Voting paripurna tentukan harga BBM



JAKARTA. Tak hanya pemerintah, wakil rakyat yang duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat meragu. Mereka kompak tak berani ambil sikap mendukung kebijakan menaikan harga bakar minyak (BBM). Buktinya, rapat Badan Anggaran (Banggar) yang dilaukan secata maraton gagal mencapai kesepakatan.

Hingga Minggu malam (25/3), Banggar DPR hanya menghasilkan dua opsi kebijakan subsidi BBM. Opsi ini akan diserahkan ke Sidang Paripurna DPR pada Selasa besok (27/3). "Opsi pertama sesuai dengan usulan pemerintah,” tandas Ketua Banggar DPR, Melchias Markus Mekeng, kemarin (25/3). Opsi ini disetujui oleh semua fraksi pendukung pemerintah yakni Fraksi Partai Demokrat, Golkar, PAN, PKB, PPP, PKS.

Opsi pertama adalah menaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 1.500 per liter dengan subsidi energi sebesar sebesar Rp 225,4 triliun. Rinciannya: subsidi BBM sebesar Rp 137,38 triliun, subsidi listrik Rp 64,9 triliun. Opsi ini juga memberikan persetujuan adanya dana cadangan risiko fiskal sebesar Rp 23 triliun serta dana kompensasi atas kenaikan BBM bersubsidi sebesar Rp 30,6 triliun.


Konsekuensi atas opsi ini, pemerintah dan parlemen harus merevisi pasal 7 ayat 6 di APBN 2012 yang berbunyi harga jual eceran BBM bersubsidi tidak boleh mengalami kenaikan.

Adapun opsi kedua adalah asumsi Indonesia Crude Price (ICP) ditetapkan sebesar US$ 105 per barel. Subsidi BBM dipatok sebesar Rp 178 triliun dan subsidi listrik Rp 64,9 triliun serta ditambah dengan dana cadangan risiko fiskal Rp 23 triliun.

Fraksi pendukung opsi ini PDIP, Gerindra dan Hanura mengusulkan untuk tetap mempertahankan pasal 7 ayat 6, seperti di UU APBN 2012. Walhasil, pemerintah tidak boleh menaikkan harga BBM.

Lantaran tidak tercapai kata sepakat, dua opsi ini akan diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR dengan cara pengambilan suara atau voting. "Harapan pemerintah tetap ada musyawarah. Kalau voting bisa salah," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo berharap, paripurna Selasa besok menyetujui usulan pemerintah menaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 1.500 per liter. Dengan begitu, harga jual bensin dan solar menjadi Rp 6.000 per liter.

Meski berharap dana cadangan risiko naik menjadi Rp 26,6 triliun, Agus mengaku tak keberatan jika paripurna akhirnta hanya menyetujui dana cadangan risiko Rp 23 triliun.

Tak hanya itu, jika paripurna sepakat harga naik, pemerintah berjanji akan menjaga penggunaan BBM bersubsidi tak melebih kuota yang telah ditetapkan Banggar DPR yakni sebanyak 40 juta kilo liter pada tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can