JAKARTA. Melemahnya rupiah membuat Volkswagen Indonesia (VW) menunda pembangunan pabrik perakitannya. Pabrik yang diperkirakan berkapasitas 20.000 hingga 30.000 unit itu diperkirakan baru bisa dibangun awal tahun depan.Andrew Nasruri, CEO Volkswagen Indonesia menyampaikan seharusnya pembangunan pabrik dilakukan di awal tahun ini. Hanya saja, nilai tukar rupiah terhadap euro yang melemah, memaksa VW menunda pabrik Complete Knocked Down (CKD). "Sekarang kami masih pembahasan revisi bisnis," kata Andrew, Senin (3/6).Andrew bilang sebelumnya kapasitas pabrik bisa sekitar 20.000 hingga 30.000 unit, dengan adanya revisi ini kemungkinan besar baru bisa diumumkan sebelum lebaran. Namun, pembangunannya tidak bisa dilakukan tahun ini. "Feeling saya Ground Breaking baru awal tahun depan," ucapnya.Andrew mengatakan jika nantinya sudah ada pabrik VW di Indonesia, maka akan ada penyesuaian harga VW. Meskipun saat ini Andrew belum bisa mengatakan perbedaan harganya.Pertimbangan untuk mendirikan pabrik salah satunya harus didukung dengan volume penjualan sekitar 10.000 unit, tetapi VW baru mencatatkan penjualan sekitar 2.000 unit. Andrew tetap yakin, bahwa VW bisa mencapai penjualan dengan 10.000 unit. "Iya pasti ada jagoan baru, tapi saya tidak bisa bilang modelnya dan variannya," ujarnya.VW belum bisa mengatakan, produk baru yang akan menjadi tulang punggungnya nanti. Entah itu dari segmen yang sedang diperebutkan agen tunggal pemegang merek (ATPM) yaitu multi purpose vehicle (MPV) atau dari segmen lainnya.Jonas Cendana, Direktur Penjualan Nasional VW Indonesia mengatakan kontribusi terbesar untuk VW adalah Tiguan. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) sepanjang Januari hingga April Tiguan mencatatkan penjualan sebanyak 102 unit atau sekitar 35,79%. Total penjualan VW selama empat bulan pertama 285 unit.VW ingin menghadirkan produk-produk baru. Namun, Andrew mengatakan masalah terbesar adalah dari sisi bahan bakar. "Penggunaan bensin di Jerman sudah pakai euro 5, di Indonesia baru euro 2. Jadi lebih sulit menurukan teknologinya," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
VW menunda pembangunan pabrik di Indonesia
JAKARTA. Melemahnya rupiah membuat Volkswagen Indonesia (VW) menunda pembangunan pabrik perakitannya. Pabrik yang diperkirakan berkapasitas 20.000 hingga 30.000 unit itu diperkirakan baru bisa dibangun awal tahun depan.Andrew Nasruri, CEO Volkswagen Indonesia menyampaikan seharusnya pembangunan pabrik dilakukan di awal tahun ini. Hanya saja, nilai tukar rupiah terhadap euro yang melemah, memaksa VW menunda pabrik Complete Knocked Down (CKD). "Sekarang kami masih pembahasan revisi bisnis," kata Andrew, Senin (3/6).Andrew bilang sebelumnya kapasitas pabrik bisa sekitar 20.000 hingga 30.000 unit, dengan adanya revisi ini kemungkinan besar baru bisa diumumkan sebelum lebaran. Namun, pembangunannya tidak bisa dilakukan tahun ini. "Feeling saya Ground Breaking baru awal tahun depan," ucapnya.Andrew mengatakan jika nantinya sudah ada pabrik VW di Indonesia, maka akan ada penyesuaian harga VW. Meskipun saat ini Andrew belum bisa mengatakan perbedaan harganya.Pertimbangan untuk mendirikan pabrik salah satunya harus didukung dengan volume penjualan sekitar 10.000 unit, tetapi VW baru mencatatkan penjualan sekitar 2.000 unit. Andrew tetap yakin, bahwa VW bisa mencapai penjualan dengan 10.000 unit. "Iya pasti ada jagoan baru, tapi saya tidak bisa bilang modelnya dan variannya," ujarnya.VW belum bisa mengatakan, produk baru yang akan menjadi tulang punggungnya nanti. Entah itu dari segmen yang sedang diperebutkan agen tunggal pemegang merek (ATPM) yaitu multi purpose vehicle (MPV) atau dari segmen lainnya.Jonas Cendana, Direktur Penjualan Nasional VW Indonesia mengatakan kontribusi terbesar untuk VW adalah Tiguan. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) sepanjang Januari hingga April Tiguan mencatatkan penjualan sebanyak 102 unit atau sekitar 35,79%. Total penjualan VW selama empat bulan pertama 285 unit.VW ingin menghadirkan produk-produk baru. Namun, Andrew mengatakan masalah terbesar adalah dari sisi bahan bakar. "Penggunaan bensin di Jerman sudah pakai euro 5, di Indonesia baru euro 2. Jadi lebih sulit menurukan teknologinya," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News