JAKARTA. Tersangka kasus dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah (PPID) Wa Ode Nurhayati menyatakan bahwa dua pimpinan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) Tamsil Linrung dan Olly Dondokambey serta Wakil Ketua DPR Anis Matta, merupakan pihak yang paling bertanggungjawab dalam kasus yang menyeret dirinya. Dia beralasan, jabatan Wa Ode dalam Banggar DPR hanyalah sebagai anggota.Dengan posisinya itu, Wa Ode mengaku dirinya tidak memiliki wewenang untuk menandatangani persetujuan proyek PPID. Persetujuan tersebut, jelas Wa Ode, ditandatangani oleh Tamsil dan Olly Dondokambey selaku pimpinan Banggar untuk diteruskan ke Anis Matta selaku pimpinan DPR.Wa Ode juga bilang, pelanggaran prosedural yang jelas terjadi dalam proyek PPID disebabkan adanya penghilangan kriteria bagi daerah yang berhak dan juga daerah yang tidak berhak menerima dana program percepatan tersebut. "Secara sepihak diruntuhkan kriteria bagi daerah-daerah tersebut, tanpa rapat Panja lagi oleh empat pimpinan. Kemudian dilegitimasi oleh Anis Matta," tutur Wa Ode di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/4) seusai pemeriksan.Wanita berkerudung ini juga mengungkapkan, Anis Matta cenderung bertindak memaksa dalam meminta tandatangan Menteri Keuangan untuk menandatangani surat yang bertentangan dengan rapat Banggar. "Untuk pengalokasian surat, sudah jelas dalam surat tersebut yang melanggar adalah pimpinan Banggar dan wakil pimpinan DPR dalam hal ini Anis Matta," tandas Wa Ode.Sebelumnya, KPK menetapkan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini sebagai tersangka dengan pasal penyalahgunaan wewenang sehingga terjadi perkara suap di proyek PPID.Selain itu, KPK juga menetapkan pengusaha Fahd Arafiq sebagai tersangka. Keduanya dicegah keluar negeri oleh KPK, bersama Haris dan staf Wa Ode bernama Sefa Yolanda.Wa Ode diduga telah menerima suap sebesar Rp 6,9 miliar dari Haris Surahman, kader Partai Golkar lainnya. Uang itu disebut milik Fadh yang diberikan oleh Haris kepada Wa Ode melalui stafnya, Sefa Yolanda, serta seorang lagi bernama Syarif Achmad. Uang tersebut dikirim ke rekening Bank Mandiri sebanyak sembilan kali transfer pada 13 Oktober sampai 1 November 2010.Uang ditransfer sekali sebesar Rp 1,5 miliar, dua kali sebanyak Rp 1 miliar, empat kali transfer Rp 500 juta, dan dua kali sebesar Rp 250 juta. Pemberian uang tersebut dimaksudkan agar Fadh dan Haris mendapatkan proyek pada tiga kabupaten di Aceh, yaitu Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah, serta Kabupaten Minahasa di Sulawesi Utara.Wa Ode selanjutnya akan memperjuangkan daerah tersebut agar masing-masing mendapatkan alokasi anggaran DPID sebesar Rp 40 miliar. Namun belakangan, pada penetapan daerah penerima DPID, hanya dua kabupaten yang diakomodasi, Aceh Besar sebesar Rp 19,8 miliar dan Bener Meriah Rp 24,75 miliar. Fadh dan Haris kemudian menagih Wa Ode agar mengembalikan uang itu.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Wa Ode: Tanggungjawab ada pada Tamsil, Olly & Anis
JAKARTA. Tersangka kasus dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah (PPID) Wa Ode Nurhayati menyatakan bahwa dua pimpinan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) Tamsil Linrung dan Olly Dondokambey serta Wakil Ketua DPR Anis Matta, merupakan pihak yang paling bertanggungjawab dalam kasus yang menyeret dirinya. Dia beralasan, jabatan Wa Ode dalam Banggar DPR hanyalah sebagai anggota.Dengan posisinya itu, Wa Ode mengaku dirinya tidak memiliki wewenang untuk menandatangani persetujuan proyek PPID. Persetujuan tersebut, jelas Wa Ode, ditandatangani oleh Tamsil dan Olly Dondokambey selaku pimpinan Banggar untuk diteruskan ke Anis Matta selaku pimpinan DPR.Wa Ode juga bilang, pelanggaran prosedural yang jelas terjadi dalam proyek PPID disebabkan adanya penghilangan kriteria bagi daerah yang berhak dan juga daerah yang tidak berhak menerima dana program percepatan tersebut. "Secara sepihak diruntuhkan kriteria bagi daerah-daerah tersebut, tanpa rapat Panja lagi oleh empat pimpinan. Kemudian dilegitimasi oleh Anis Matta," tutur Wa Ode di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/4) seusai pemeriksan.Wanita berkerudung ini juga mengungkapkan, Anis Matta cenderung bertindak memaksa dalam meminta tandatangan Menteri Keuangan untuk menandatangani surat yang bertentangan dengan rapat Banggar. "Untuk pengalokasian surat, sudah jelas dalam surat tersebut yang melanggar adalah pimpinan Banggar dan wakil pimpinan DPR dalam hal ini Anis Matta," tandas Wa Ode.Sebelumnya, KPK menetapkan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini sebagai tersangka dengan pasal penyalahgunaan wewenang sehingga terjadi perkara suap di proyek PPID.Selain itu, KPK juga menetapkan pengusaha Fahd Arafiq sebagai tersangka. Keduanya dicegah keluar negeri oleh KPK, bersama Haris dan staf Wa Ode bernama Sefa Yolanda.Wa Ode diduga telah menerima suap sebesar Rp 6,9 miliar dari Haris Surahman, kader Partai Golkar lainnya. Uang itu disebut milik Fadh yang diberikan oleh Haris kepada Wa Ode melalui stafnya, Sefa Yolanda, serta seorang lagi bernama Syarif Achmad. Uang tersebut dikirim ke rekening Bank Mandiri sebanyak sembilan kali transfer pada 13 Oktober sampai 1 November 2010.Uang ditransfer sekali sebesar Rp 1,5 miliar, dua kali sebanyak Rp 1 miliar, empat kali transfer Rp 500 juta, dan dua kali sebesar Rp 250 juta. Pemberian uang tersebut dimaksudkan agar Fadh dan Haris mendapatkan proyek pada tiga kabupaten di Aceh, yaitu Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah, serta Kabupaten Minahasa di Sulawesi Utara.Wa Ode selanjutnya akan memperjuangkan daerah tersebut agar masing-masing mendapatkan alokasi anggaran DPID sebesar Rp 40 miliar. Namun belakangan, pada penetapan daerah penerima DPID, hanya dua kabupaten yang diakomodasi, Aceh Besar sebesar Rp 19,8 miliar dan Bener Meriah Rp 24,75 miliar. Fadh dan Haris kemudian menagih Wa Ode agar mengembalikan uang itu.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News