Wacana Kenaikan Harga BBM Dinilai Dampak Ketidakkonsistenan Pemerintah Kurangi Impor



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Rencana pemerintah mengerek harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tak bisa dihindari. Namun kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM di tengah kenaikan harga minyak dunia dinilai sebagai langkah panik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merespons harga minyak dunia.

Akademisi Universitas Gadjah Mada, Tumiran, mengatakan, seharusnya pemerintah melalui Kementerian ESDM sudah bisa mengantisipasi kenaikan harga minyak dunia terhadap harga BBM subsidi di Indonesia. 

Bahkan Tumiran menilai selama ini langkah aksi dan antisipasi Kementerian ESDM untuk mengurangi ketergantungan akan impor BBM terbilang sangat rendah.


"Padahal sewaktu saya masih menjadi anggota Dewan Energi Nasional sudah mempersiapkan antisipasi mengurangi ketergantungan akan impor BBM. Namun hingga saat ini tak ada upaya signifikan dari Kementerian ESDM," ujarnya dalam keterangannya, Senin (22/8).

Baca Juga: Harga Pertalite Naik Rp 2.500, Inflasi Bisa 8%

Ia melanjutkan, upaya antisipasi mengurangi impor BBM harusnya dilakukan tiga tahun yang lalu. "Mengurangi ketergantungan impor ini wajib dilakukan Kementerian ESDM karena Indonesia sudah menjadi net importir minyak,"terang Tumiran.

Tumiran memberikan contoh lambatnya respons Kementerian ESDM untuk mengurangi impor BBM dan LPG adalah lambatnya transisi penggunaan mobil listrik di Indonesia. Bahkan industri otomotif Indonesia berbasis BBM masih terus ditingkatkan kapasitasnya. Dengan tingginya industri otomotif berbasis BBM ini dinilai Tumiran menjadi salah satu biang kerok kenaikan konsumsi BBM subsidi di Indonesia.

Sudah banyak research dari universitas di dalam negeri menggenai kendaraan listrik. Namun respons Kementrian ESDM dan Kementrian Perindustrian, lanjut Tumiran kaya tak ingin menengok dan mengembangkan kendaraan listrik sebagai satu kesatuan untuk mengurangi ketergantungan impor BBM. 

Daripada sibuk impor BBM, menurut Tumiran seharusnya Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian bisa investasi beberapa triliun untuk pengembangan mobil listrik guna kurangi ketergantungan impor BBM. 

Baca Juga: Diwarnai Sentimen Kenaikan Harga Pertalite dan RDG BI, Intip Proyeksi IHSG ke Depan

Ketergantungan impor energi juga terjadi di LPG. Menurut data yang dimiliki Tumiran, konsumsi LPG di Indonesia 70% masih mengandalkan impor. Kementerian ESDM beberapa waktu yang lalu melalui Menteri Erick Thohir sudah mendorong percepatan transisi untuk menggunakan kompor induksi listrik.

Tumiran mempertanyakan lambatnya upaya Kementrian ESDM untuk konversi penggunaan kompor listrik. Padahal saat ini suplai listrik di Indonesia sangat berlimpah. 

"Kita tak usah memperdebatkan penggunaan pembangkit listrik dari batubara terlebih dahulu. Namun faktanya saat ini produksi listrik PLN over supply. Seharusnya Kementerian ESDM bisa memaksakan masyarakat untuk menggunakan kompor listrik. Dengan menggunakan kompor listrik akan mengurangi impor LPG. Dan dampaknya dapat mengurangi pengeluaran Kementerian ESDM untuk subsidi LPG," ungkap Tumiran.

Untuk mewujudkan konversi ini Kementerian ESDM harus memperbaiki struktur pelanggan listrik di Indonesia.

Baca Juga: Subsidi Membengkak, Menteri ESDM: Masyarakat Mampu Jangan Lagi Pakai Pertalite

Menurut Tumiran Kementerian ESDM bisa menghapuskan pelanggan listrik 450 VA dan mengganti menjadi 2200 VA. Nantinya masyarakat miskin yang selama ini menggunakan listrik 450 VA bisa mendapatkan subsidi langsung dari Pemerintah.

Ia melanjutkan, jika konversi mobil BBM dan kompor induksi berjalan maka akan membuat kebutuhan listrik meningkat. Meningkatnya kebutuhan ini Tumiran percaya industri listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) juga akan berkembang. Saat ini yang terjadi listrik EBT dipaksa masuk, sementara PLN over suplay. Tentu suplay listrik EBT tak akan bisa diterima oleh PLN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli