KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dikabarkan mewacanakan untuk menghapus bahan bakar minyak (BBM) varian Pertalite dan menggantikannya dengan varian pertamax bersubdisi dengan nama Pertamax Green 92. Saat ditanya terkait dampaknya ke keuangan negara, Kepala Badan Fiskal Kementerian Keuangan mengaku belum melakukan pembahasan terkait penghapusan Pertalite dan peralihan subsidinya ke Pertamax Green. "Itu belum dibahas," ujar Febrio kepada awak media di gedung DPR RI, Senin (4/9).
Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, wacana tersebut berpotensi akan membengkakan anggaran subsidi. Oleh karena itu, ia menilai tidak ada urgensi untuk penghapusan Pertalite dan mengalihkan subsidinya ke Pertamax Green.
Baca Juga: Pemanfaatan BBM Campuran Sawit dan Etanol Tebu Terus DIdorong "Pertamax Green saya rasa tidak perlu disubsidi. Cukup Pertalite saja. Anggaran subsidi membengkak," ujar Huda kepada Kontan.co.id, Senin (4/9). Terlebih lagi, kata dia, konsumen Pertamax Green merupakan orang kaya, sehingga pengalihan subsidinya dinilai kurang tepat. Di sisi lain, wacana tersebut juga akan membuat angka inflasi meningkat tajam lantaran selisih Pertalite dengan Pertamax 92 yang cukup jauh. Apalagi di tengah perlambatan global, maka kebijakan tersebut akan berbahaya bagi perekonomian Indonesia lantaran bisa menggerus daya beli masyarakat. "Maka dari itu, mempertahankan pertalite dengan harga saat menjadi penting bagi pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat," katanya. Senada, Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menyampaikan bahwa wacana pengalihan subsidi ke Pertamax Green juga bertentangan dengan komitmen pemerintah untuk menekan angka inflasi. Apabila wacana tersebut diimplementasikan, bisa kemungkinan target inflasi sebesar 2,8% sulit akan tercapai.
Baca Juga: Pertamina dan Pelindo Akan Bangun Terminal Modern Terintegrasi di Tengah Laut "Ini menurut saya malah bertentangan (dengan komitmen pemerintah). Karena otomatis ini akan mengerek harga-harga naik. Harga naik berarti inflasinya makin tinggi," terang Trubus kepada Kontan.co.id, Senin (4/9). Selain itu, wacana tersebut akan membebankan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) lantaran anggaran subsidi energi juga akan melonjak. "Iya akan membebankan APBN, sebenarnya kan urgensinya juga gak ada. Pertalite tetap harus ada dengan pembenahan tata kelola," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi