KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno buka suara soal pengenaan iuran pariwisata melalui tiket pesawat. Sandiaga mengakui memang ada rapat koordinasi pembahasan untuk rencana dana pariwisata berkelanjutan. Namun demikian, Ia menegaskan hingga sampai saat ini tidak ada biaya tambahan yang akan membebani masyarakat. "Bahwa ini masih dalam kajian dan tentunya kita menyadari masukan dari masyarakat bahwa harga tiket masih mahal," ujar Sandiaga dalam
Weekly Brief, Senin (22/4).
Oleh karena itu, Sandiaga mengatakan, pemerintah tidak akan menambah beban. Namun, pemerintah tengah mengkaji beberapa opsi untuk pengumpulan dana kepariwisataan.
Baca Juga: Wacana Dana Pariwisata Dibebankan Lewat Tiket Pesawat Dinilai Kurang Tepat "Dan belum ada keputusan, jadi harap bersabar," ucap Sandiaga. Sandiaga menambahkan, belum ada besaran nilai atau pertimbangan terkait dana iuran pariwisata karena masih dalam tahap diskusi dan pembahasan. Lebih lanjut terkait dana abadi pariwisata, Sandiaga menyebut, awalnya dari anggaran pemerintah dan membentuk seperti dana abadi. Sehingga bisa mendukung kegiatan
nation branding, kegiatan
event berkualitas dan berkelanjutan skala internasional dan dunia dan tentunya promosi pariwisata nasional. "Kalau sumber dananya masih kita kaji secara komprehensif," terang Sandi.
Baca Juga: Dana Abadi Pariwisata Akan Dipungut dari Tiket Pesawat, Ini Kata Menparekraf Agus Sujatno, Pengurus Harian YLKI mengatakan bahwa rencana tersebut patut dipertanyakan, ditinjau ulang bahkan ditolak. Menurutnya, iuran ini jelas akan menambah beban biaya penerbangan, yang selama ini telah dibebankan beberapa pungutan kepada konsumen. Lalu, adanya ketidakjelasan pungutan dalam hal pengelolaan. Ketika terkumpul siapa yang akan mengelola, dan kejelasan alokasi. Tanpa transparansi, akan memunculkan dugaan penyalahgunaan.
"Pungutan iuran pariwisata ini juga akan memukul daya beli konsumen penerbangan," ujar Agus saat dihubungi Kontan, Senin (22/4). YLKI menilai, dampaknya juga akan berakibat fatal bagi industri aviasi, yang saat ini sedang mencoba bangkit pasca-pandemi. Serta persaingan dari moda lain, terutama pulau Jawa, yang mengembangkan tol trans jawa. "Rencana kebijakan ini juga kontra produktif pada pengembangan dunia pariwisata. Sebab kemungkinan konsumen akan menunda/membatalkan perjalanan pariwisata karena adanya beban tambahan pada moda transportasi udara," jelas Agus. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati