Wacana Tarif Ojol Dialihkan ke Pemda, Apa Dampaknya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai, langkah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang akan melakukan revisi pada aturan soal ojek online jangan sampai membuat rumit di kemudian hari.

Pasalnya peraturan tersebut dikhawatirkan akan tumpang tindih.

Hal ini disampaikan Margarito Kamis menanggapi wacana penetapan tarif ojol yang akan dialihkan ke gubernur.

"Harus dilihat secara cermat menurut saya, jangan sampai pengaturan tarif di level daerah seperti Gubernur, itu malah bikin pusing di kemudian hari, karena khawatir tak efektif," kata Margarito ketika dihubungi wartawan, Kamis (1/12/2022) malam.

Menurut Margarito, penyesuaian tarif ojol mengenai besaran tarif sudah tepat ada di pusat, agar tidak tumpang tindih dan berbeda-beda tiap daerah.

Apalagi, aturan yang ada pun sudah berdasar zonasi disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dan konsumen per wilayah.

Driver pun sudah memberi masukan dan diakomodasi.

Baca Juga: Alvara: Tumbuh Lebih Cepat di Platform, UMKM Kuliner Menilai Biaya Komisi Sudah Layak

"Daerah memang badan otonom. Tapi harus dilihat, dan benar-benar dikaji lagi dampaknya terhadap setiap pihak, termasuk nasib kawan-kawan ojol ini dan juga aplikator," kata dia.

Kata Margarito, sebaiknya Pemerintah melakukan pengundangan peraturan secara runtut dan tepat, daripada kemudian menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.

Apalagi, dalam UU Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) disebutkan bahwa tarif yang dapat ditetapkan atau disetujui oleh Pemerintah Daerah adalah untuk angkutan orang di dalam trayek dan di luar trayek, yang mana roda dua tidak termasuk dalam definisi angkutan orang di dalam trayek maupun di luar trayek dalam undang-undang tersebut.

Pasal 47 UU LLAJ disebutkan bahwa, Kendaraan Bermotor Umum tidak termasuk sepeda motor.

Kemudian, Pasal 182 & Pasal 183 menegaskan bahwa sepeda motor juga bukan termasuk kendaraan bermotor umum untuk angkutan orang di dalam trayek maupun di luar trayek yang tarifnya dapat ditentukan oleh Pemerintah Daerah.

Ditegaskan Margarito, tidak ada amanat Undang-Undang maupun peraturan yang lebih tinggi yang melimpahkan kewenangan penentuan tarif ojek online kepada Pemerintah Daerah.

"Sehingga dasar hukum revisi Permenhub 12/2019 sangat lemah," ujar Margarito.

Baca Juga: Aplikator Ojol Tegaskan Patuh pada Aturan Kemenhub Soal Tarif

Margarito berpesan agar pemerintah memikirkan secara matang, jangan sampai penyesuaian aturan baru soal tarif itu malah menimbulkan masalah di kemudian hari.

Harus dipastikan agar tidak memberatkan driver dan tidak membuat aplikator kehilangan peran untuk mendorong perekonomian melalui transportasi.

"Harus matang dulu, jangan sebentar-sebentar berubah, dikaji dampaknya seperti apa nantinya," ungkap dia.

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan berwacana akan melakukan revisi pada aturan soal ojek online.

Revisi dilakukan pada PM 12 tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang digunakan untuk Kepentingan Masyarakat.

Dirjen Perhubungan Darat Hendro Sugiatno menjelaskan perubahan akan dilakukan pada sebagian pasal 11 pada aturan tersebut yang mengatur soal penentuan tarif ojek online.

Hendro menjelaskan kewenangan atas penetapan besaran tarif batas dan bawah akan dilakukan gubernur lewat pemerintah daerah.

Kemenhub hanya menentukan formula penghitungan atas biaya jasa ojek online.

Dalam penjelasannya, Hendro tak menyebutkan kapan revisi PM 12 akan rampung.

Hanya saja, dalam bahan paparannya dijelaskan revisi PM 12 sudah pada tahap pengundangan di Kementerian Hukum dan HAM.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Wacana Tarif Ojol Dialihkan ke Pemda, Apa Dampaknya? Berikut Analisis Pakar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto