Waduh, permintaan sedotan plastik tergerus musim hujan



Curah hujan yang cukup tinggi pada tahun ini membuat permintaan sedotan plastik di dalam negeri merosot. Omzet salah satu produsen sedotan di Tangerang anjlok hingga tiga kali lipat dibandingkan dengan saat cuaca sedang panas.Musim hujan tidak hanya menimbulkan berbagai wabah penyakit. Tapi, masa itu juga mendatangkan musibah bagi para pelaku bisnis sedotan minuman di dalam negeri. Simak saja pengakuan Husin Kurniawan, pemilik PD King Plastik di Tangerang, Banten. Dia bilang, akibat tingginya curah hujan, sedotan produksi pabriknya tidak terserap habis oleh pasar. "Kalau cuaca dingin seperti ini, konsumsi masyarakat terhadap minuman dingin jadi berkurang," katanya.Buntutnya, kata Husin, permintaan sedotan plastik ikut merosot. Dia mengatakan, saat ini cuma memproduksi sekitar 150 kilogram (kg) sedotan per hari.Setiap satu kilogram (kg) sedotan berisi sekitar 3.000 buah sedotan. Harga satu kilogram sedotan Rp 12.500. Dus, saat ini dia mampu mengantongi omzet sekitar Rp 56 juta setiap bulan.Hal berbeda terjadi jika cuaca sedang panas. Husin bisa memproduksi hingga 450 kg sedotan per hari. Di masa itu, omzetnya pun ikut naik hingga tiga kali lipat atau mencapai Rp 168 juta per bulan. "Bahkan kalau cuaca sedang panas, saya sampai tidak bisa memenuhi permintaan," ujarnya.Saat ini Husin mempunyai dua mesin pembuat sedotan. Dari dua mesin tersebut, dia baru menggunakan satu unit mesinnya untuk memproduksi sedotan. Kapasitas produksinya sebanyak 450 kilogram per hari. Sementara itu, satu unit mesin lainnya tengah dipersiapkan untuk membuat sedotan jenis baru. "Saya mau buat sedotan yang ada motif garisnya, agar lebih menarik," imbuh dia.Husin berharap, nilai jual produknya bisa terangkat dengan membuat sedotan yang motifnya lebih menarik. "Selisih harga dengan sedotan model lama Rp 500 per kg," ujarnya. Menurut Husin, para pelaku usaha sedotan seperti dirinya tidak bisa mengatrol harga produk terlampau tinggi. Pasalnya, persaingan di bisnis sedotan sudah terbilang ketat.Apalagi, jika usahanya harus bersaing dengan pabrik sedotan plastik berskala lebih besar. "Bisa dapat untung Rp 500 saja sudah bagus," katanya. Kalau dijual lebih mahal, produknya akan kalah saing dengan pabrik besar yang sudah bisa memproduksi bahan baku sendiri dari daur ulang sampah plastik.Padahal, hingga saat ini pabriknya masih mengandalkan pasokan bahan baku dari produsen lain. Untuk memproduksi sedotan, Husin membutuhkan sekitar 1 ton bijih plastik per hari. Adapun wilayah pemasaran produknya di sekitar Jabodetabek.Jika bisnis sedotan Husin tengah terserang 'demam' akibat musim hujan, lain cerita dengan bisnis yang dilakoni Chandra, pemilik AJ Supplier. Penjualannya masih stabil karena produsen sedotan di Bandung, Jawa Barat, ini membidik pasar menengah ke atas. Dalam sehari, Chandra bisa menghabiskan bahan baku bijih plastik hingga 10 ton untuk pembuatan sedotan. "Itu baru untuk pasar lokal, belum termasuk untuk membuat sedotan yang diekspor," imbuhnya.Sayang, Chandra enggan menjelaskan jumlah sedotan yang bisa dihasilkan dari bijih plastik sebanyak 10 ton itu. Yang jelas, sebagian besar produknya dipasarkan ke luar negeri. Komposisinya 80% ekspor dan 20% lokal. Untuk pasar lokal, Chandra memproduksi sedotan untuk sejumlah restoran dan kafe. Antara lain, J.Co Donuts & Coffee, Starbucks, dan Solaria.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi