JAKARTA. Sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkampanye selaku Ketua Umum DPP Partai Demokrat dengan menumpang pesawat yang disewa pemerintah dinilai sebagai bentuk gagal praktek demokrasi di Indonesia. Pejabat negara yang dipilih oleh rakyat, justru tak menjunjung etika dan hanya mengejar kekuasaan. Urat malu para pejabat dengan mentalitas seperti ini dipertanyakan.Demikian disampaikan Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Agun Gunanjar saat dihubungi, Kamis (27/3/2014)."Seharusnya mereka yang dipilih rakyat ini menjaga kepercayaan rakyat dengan menjaga etik sebagai pejabat. Namun, niat berkuasa menenggelamkan etika. Ini yang namanya sudah tak punya malu," ujar Agun.Agun melihat penggunaan fasilitas negara ini memang suatu hal yang tak bisa terhindarkan. Pasalnya, sistem demokrasi yang ada saat ini belum ajeg sehingga banyak peluang pelanggaran yang terjadi. Dengan demikian, ia tak heran ketika para menteri hingga Presiden masih sibuk mengurus partai dan mengajukan cuti kampanye."Ini memalukan sekali. Seharusnya menteri dan Presiden itu, ya fokus saja bekerja untuk rakyat. Tidak usah lagi urus partai, buat apa mereka cuti?" kata politisi Partai Golkar itu.Rangkap jabatan SBY, kata Agun, membawa permasalahan sendiri. Meski berkampanye sebagai ketua umum partai, sejumlah alat negara tetap melekat kepada SBY.Di dalam Peraturan Pemerintah nomor 18 Tahun 2013 tentang pengajuan cuti pejabat negara, terdapat pasal yang mengatur tentang fasilitas negara yang melekat pada Presiden. Fasilitas itu, yakni fasilitas terkait pengamanan, protokoler, dan kesehatan. Transportasi termasuk kendaraan dinas menjadi fasilitas yang terlarang untuk digunakan.Ke depan, Agun berharap agar Undang-undang Pemilihan Presiden nomor 42 tahun 2008 direvisi. "Perlu dimasukkan pasal tentang larangan Presiden menjadi petinggi partai," tuturnya.Seperti diberitakan, SBY bertolak ke Lampung pada Rabu (26/3/2014) siang, setelah menggelar rapat terbatas di Istana Negara, Jakarta. Di Lampung, SBY berkampanye dihadapan ribuan kader dan simpatisan Partai Demokrat.Menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, keberangkan dan kepulangan SBY dibiayai pemerintah meski dalam kepentingan kampanye. Sejumlah menteri pun turut mendampingi SBY. Ketika SBY berganti jaket partai, para menteri ini baru melepaskan diri dari SBY. (Sabrina Asril)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Waduh, SBY kampanye pakai fasilitas negara
JAKARTA. Sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkampanye selaku Ketua Umum DPP Partai Demokrat dengan menumpang pesawat yang disewa pemerintah dinilai sebagai bentuk gagal praktek demokrasi di Indonesia. Pejabat negara yang dipilih oleh rakyat, justru tak menjunjung etika dan hanya mengejar kekuasaan. Urat malu para pejabat dengan mentalitas seperti ini dipertanyakan.Demikian disampaikan Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Agun Gunanjar saat dihubungi, Kamis (27/3/2014)."Seharusnya mereka yang dipilih rakyat ini menjaga kepercayaan rakyat dengan menjaga etik sebagai pejabat. Namun, niat berkuasa menenggelamkan etika. Ini yang namanya sudah tak punya malu," ujar Agun.Agun melihat penggunaan fasilitas negara ini memang suatu hal yang tak bisa terhindarkan. Pasalnya, sistem demokrasi yang ada saat ini belum ajeg sehingga banyak peluang pelanggaran yang terjadi. Dengan demikian, ia tak heran ketika para menteri hingga Presiden masih sibuk mengurus partai dan mengajukan cuti kampanye."Ini memalukan sekali. Seharusnya menteri dan Presiden itu, ya fokus saja bekerja untuk rakyat. Tidak usah lagi urus partai, buat apa mereka cuti?" kata politisi Partai Golkar itu.Rangkap jabatan SBY, kata Agun, membawa permasalahan sendiri. Meski berkampanye sebagai ketua umum partai, sejumlah alat negara tetap melekat kepada SBY.Di dalam Peraturan Pemerintah nomor 18 Tahun 2013 tentang pengajuan cuti pejabat negara, terdapat pasal yang mengatur tentang fasilitas negara yang melekat pada Presiden. Fasilitas itu, yakni fasilitas terkait pengamanan, protokoler, dan kesehatan. Transportasi termasuk kendaraan dinas menjadi fasilitas yang terlarang untuk digunakan.Ke depan, Agun berharap agar Undang-undang Pemilihan Presiden nomor 42 tahun 2008 direvisi. "Perlu dimasukkan pasal tentang larangan Presiden menjadi petinggi partai," tuturnya.Seperti diberitakan, SBY bertolak ke Lampung pada Rabu (26/3/2014) siang, setelah menggelar rapat terbatas di Istana Negara, Jakarta. Di Lampung, SBY berkampanye dihadapan ribuan kader dan simpatisan Partai Demokrat.Menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, keberangkan dan kepulangan SBY dibiayai pemerintah meski dalam kepentingan kampanye. Sejumlah menteri pun turut mendampingi SBY. Ketika SBY berganti jaket partai, para menteri ini baru melepaskan diri dari SBY. (Sabrina Asril)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News