KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terkait dugaan dugaan kebocoran jutaan data kependudukan warga Indonesia yang ada dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2014, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah memberikan klarifikasi. Menurut KPU, data yang beredar diduga merupakan softfile DPT Pemilu 2014 dengan metadata 15 November 2013. Sesuai dengan bunyi regulasi, soft file data KPU memang bersifat terbuka. Kendati begitu, pakar keamanan siber Pratama Persadha menyarankan, harus segera mengaudit keamanan informasi atau audit digital forensik ke sistem teknologi informasi KPU untuk menjawab isu kebocoran data ini. Audit ini bisa menemukan sebab dan celah kebocoran sistem, kalau memang ada. Ia khawatir, jika pelaku bisa masuk ke server KPU, ada kemungkinan tidak hanya DPT yang mereka ambil. Tapi juga bisa mengakses hasil perhitungan pemilu. "Secara teknis kalau peretas bisa mencuri data, ada kemungkinan juga bisa mengubah data. Sangat bahaya apabila mengubah angka hasil pemungutan suara pemilu," kata Pratama, yang juga Chairman Communication and Informatian System Security Research Center (CISSReC), dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Jumat (22/5).
Pengamat: bila bisa mencuri data KPU, hacker mungkin juga bisa mengubah hasil pemilu!
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terkait dugaan dugaan kebocoran jutaan data kependudukan warga Indonesia yang ada dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2014, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah memberikan klarifikasi. Menurut KPU, data yang beredar diduga merupakan softfile DPT Pemilu 2014 dengan metadata 15 November 2013. Sesuai dengan bunyi regulasi, soft file data KPU memang bersifat terbuka. Kendati begitu, pakar keamanan siber Pratama Persadha menyarankan, harus segera mengaudit keamanan informasi atau audit digital forensik ke sistem teknologi informasi KPU untuk menjawab isu kebocoran data ini. Audit ini bisa menemukan sebab dan celah kebocoran sistem, kalau memang ada. Ia khawatir, jika pelaku bisa masuk ke server KPU, ada kemungkinan tidak hanya DPT yang mereka ambil. Tapi juga bisa mengakses hasil perhitungan pemilu. "Secara teknis kalau peretas bisa mencuri data, ada kemungkinan juga bisa mengubah data. Sangat bahaya apabila mengubah angka hasil pemungutan suara pemilu," kata Pratama, yang juga Chairman Communication and Informatian System Security Research Center (CISSReC), dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Jumat (22/5).