KONTAN.CO.ID - SEOUL. Korea Utara dan Korea Selatan menggelar perundingan pertama mereka dalam dua tahun terakhir pada Selasa (10/1). Langkah ini disambut baik oleh Washington sebagai langkah awal untuk menyelesaikan krisis senjata nuklir Korea Utara, walaupun Pyongyang mengatakan nuklir mereka ditujukan hanya untuk Amerika Serikat dan tidak untuk didiskusikan. Departemen Luar Negeri AS mengatakan, Washington akan tertarik untuk ikut bergabung dalam perundingan di masa depan, namun AS tetap berpegang pada desakannya bahwa Korut harus diarahkan pada denuklirisasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa terobosan dalam diplomatik masih jauh dari kata berhasil. Dalam sebuah pernyataan bersama setelah 11 jam perundingan, Korea Utara dan Korea Selatan mengatakan, mereka telah sepakat untuk mengadakan perundingan antar militer dan diputuskan pula Korea Utara akan mengirim delegasi besar ke Olimpiade Musim Dingin bulan depan di Korea Selatan.
Namun, Korea Utara mengeluarkan "keluhan kuat" setelah Seoul mengusulkan untuk melakukan perundingan membahas denuklirisasi semenanjung Korea. "Jelas ini adalah perkembangan positif. Kami ingin perundingan nuklir terjadi, kami menginginkan denuklirisasi semenanjung Korea. ini merupakan langkah pertama dalam proses itu," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Steve Goldstein, dalam pernyataan bersamanya kemarin. Korea Utara dan Korea Selatan mengatakan, kedua pihak sepakat untuk bertemu lagi untuk menyelesaikan masalah dan mencegah konflik yang tidak disengaja, di tengah ketegangan yang tinggi mengenai program Korea Utara untuk mengembangkan rudal nuklir yang mampu menyerang Amerika Serikat. "Semua senjata kita, termasuk bom atom, bom hidrogen dan rudal balistik, hanya ditujukan ke Amerika Serikat, bukan saudara kita, juga China dan Rusia," kata juru bicara utama Pyongyang, Ri Son Gwon. "Ini bukan masalah antara Korea Utara dan Selatan, dan mengemukakan masalah ini akan menimbulkan konsekuensi negatif dan berisiko mengubah semua pencapaian saat ini menjadi hal yang tidak berarti," kata Ri dalam sambutan penutup. Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri tidak menanggapi permintaan untuk mengomentari pernyataan bahwa AS menjadi satu-satunya target potensial senjata nuklir Korea Utara. Seperti yang diketahui, Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un telah saling bertukar ancaman dan penghinaan mulai tahun lalu. Hal itu menimbulkan kekhawatiran akan adanya perang baru di semenanjung tersebut. Amerika Serikat, yang memiliki 28.500 tentara yang ditempatkan di Korea Selatan sebagai warisan Perang Korea 1950-1953, awalnya menanggapi dengan dingin gagasan pertemuan antar Korea, namun Trump kemudian menyebut bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang baik. Trump juga mengatakan, dia bersedia berunding dengan Kim. "Pada saat yang tepat, kita akan terlibat," kata Trump pada hari Sabtu, meskipun perundingan AS-Korea Utara tampaknya tidak mungkin dilakukan dalam waktu dekat, mengingat posisi kedua belah pihak. Sebelumnya, Amerika Serikat telah memperingatkan bahwa semua opsi, termasuk yang militer, sudah dibahas di meja rapat jika berurusan dengan Korea Utara.
Di sisi lain, Washington setuju dengan Seoul pekan lalu untuk menunda latihan militer gabungan di mana Pyongyang mencela hal tersebut sebagai latihan untuk invasi ke Korut, sampai Olimpiade Musim Dingin berakhir. Seorang pejabat AS mengatakan bahwa perundingan korea Utara-Selatan cenderung mengikuti pola upaya diplomatik masa lalu, di mana Korea Utara mendapat manfaat dari tambahan makanan dan bantuan lainnya tanpa memberikan konsesi apapun dari sisi senjata. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyambut baik pembicaraan tersebut, terutama kesepakatan untuk mengadakan pembicaraan antar militer dengan menyebut hal ini "penting untuk menurunkan risiko salah perhitungan". Dia juga menyambut baik keputusan Korea Utara untuk mengirimkan delegasinya ke Olimpiade dan mengatakan bahwa dia mengharapkan dimulainya kembali dialog yang mengarah ke denuklirisasi.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie