Wajah anggaran berubah gara-gara gejolak minyak



JAKARTA. Sejumlah asumsi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011 sudah meleset dari target dalam tiga bulan pertama tahun ini. Terutama harga minyak yang realisasinya jauh dari target.

Namun, pemerintah masih belum mau buru-buru menyodorkan revisi APBN 2011 ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemerintah masih menunggu realisasi APBN 2011 sampai akhir semester I-2011, baru mengajukan revisi.

Sejauh ini pemerintah tetap yakin asumsi makro APBN 2011 masih relevan, terkecuali asumsi harga minyak. Maklum harga minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) sampai Maret lalu rata-rata sudah mencapai US$ 104,49 per barel. Adapun asumsi APBN 2011 cuma US$ 80 per barel.


"Yang menjadi fokus pemerintah saat ini memang asumsi harga minyak," kata Askolani, Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, kemarin (7/4).

Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati melihat, peluang merevisi asumsi ICP memang terbuka, lantaran harga minyak mentah dunia yang tetap pada harga tertinggi dalam beberapa waktu terakhir. "Paling tidak ada skenario untuk itu," ujar Anny.

Menurut Anny, fluktuasi harga minyak memang telah membebani anggaran. Tetapi, kondisi ini masih tertolong penguatan nilai tukar rupiah. Yang penting, pemerintah akan berupaya agar volume bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tidak membengkak. Dengan begitu beban subsidi anggaran tidak membengkak terlalu besar.

Deputi bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Prasetijono Widjojo menyatakan, revisi asumsi APBN 2011 belum dilakukan dalam waktu dekat ini. Sebab asumsi yang dipatok pemerintah sejauh ini masih cukup relevan.

Menurut pengamat perminyakan Kurtubi, asumsi harga minyak yang realistis tahun ini adalah US$ 100 per barel. Sebab, tren harga minyak ke depan masih tetap tinggi.

Karena itu, Kurtubi menyarankan agar pemerintah segera mengajukan revisi APBN bila tak ingin anggaran jebol gara-gara minyak. Selain harga minyak, Kurtubi juga menyarankan pemerintah merevisi asumsi produksi minyak, dari 970.000 per barel menjadi 950.000 per barel.

Namun ekonomi Standard Chartered Bank Eric Alexander Sugandi menyarankan, revisi APBN tak perlu buru-buru. Ia setuju dengan pemerintah menunggu realisasi APBN semester pertama.

Sebab, apa yang tergambar dalam tiga bulan pertama tahun ini, belum tentu mencerminkan akan terjadi hingga akhir tahun. Mungkin saja nanti tiba-tiba ada perubahan signifikan sebagaimana yang pernah terjadi pada 2008.

Tahun 2008, harga minyak mentah dunia pernah menyundul US$ 145 per barel di awal-awal tahun. Tapi di kuartal ketiga anjlok ke US$ 60 per barel. Cuma ia sendiri memprediksi harga minyak akan tinggi sepanjang tahun ini. "Harga minyak akan ada di US$ 105 per barel, dengan demikian inflasi akan terdorong ke 7%," jelas Eric.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie