JAKARTA. Presiden terpilih Joko Widodo mulai mempersiapkan susunan kabinet untuk pemerintahan lima tahun mendatang. Secara khusus pria yang akrab disapa Jokowi mewajibkan kepada menterinya untuk bisa memberantas mafia minyak dan gas yang selama ini masih beroperasi di Indonesia demi terciptanya negara yang maju. "Jangan sampai yang nanti dijadikan menteri malah ikut menjadi mafia di situ. Oleh sebab itu, menteri itu harus memiliki karakter yang kuat, berani memutuskan, berani benturan, mampu manajerial dan juga jujur. Tidak pintar tidak apa-apa," kata Jokowi dalam Muktamar PKB di Empire Palace, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (31/8). Berbagai pihak termasuk Relawan Jokowi hingga media massa menyodorkan sejumlah nama calon menteri yang disusun dalam bentuk polling seperti yang dibuat oleh Jokowi Center, www.kabinetrakyat.org, dll.
Sosok lama kembali bermunculan dalam bursa namun sejumlah nama baru turut menghiasi pertarungan kursi kementrian energi tersebut dan mendapat dukungan kuat dalam berbagai polling yang digelar. Rekam jejak menjadi penting mengingat tuntutan Jokowi diatas dan persoalan krisis BBM yang menghadang pemerintahan Jokowi-JK saat ini. Berikut catatan rekam jejak sejumlah nama yang menguat di bursa kandidat menteri ESDM yang dikumpulkan dari berbagai sumber : Karen Agustiawan: Mantan Presiden Direktur Pertamina (2009 - 2014) tersebut merupakan Sarjana (S1) Teknik Fisika ITB. Sempat menjadi Direktur Hulu Pertamina sebelum akhirnya diangkat menjadi Dirut Pertamina selama 2 periode dan mundur pada pertengahan Agustus lalu. Era Karen menjabat sebagai Dirut Pertamina mafia minyak justeru semakin marak. Penyelundupan minyak di perbatasan hingga "permainan" nilai harga minyak oleh anak perusahaan Pertamina, Petral justeru menjadi berita-berita yang menyita perhatian publik. Kritik lainnya adalah langkah Karen yang dinilai kerap mementingkan keuntungan sektoral dibanding kepentingan publik seperti dalam kasus kenaikan harga gas Elpiji yang mencapai 68% dan campur tangannya dalam rencana akuisisi PGN oleh Pertagas. Karen pernah diperiksa KPK terkait kasus dugaan korupsi dan pencucian uang di SKK Migas. Kurtubi: Akademisi yang menyelesaikan studi S3 di Amerika Serikat ini merupakan seorang pengamat yang dikenal memiliki pandangan cukup baik. Pernah menjadi salah satu pimpinan di Pertamina dan sempat menjadi Komisaris PT. Newmont Nusa Tenggara, Kurtubi kerap dinilai tidak memiliki pengalaman cukup untuk menjadi seorang eksekutor handal untuk sebuah kebijakan dan mengelola sebuah institusi sipil seperti perusahaan dengan sejumlah besar karyawan. Sebagai pengamat, ia memiliki banyak pengetahuan tetapi belum teruji berani mengambil resiko saat mengeksekusi kebijakan. Sejumlah pernyataannya terkait langkah lanjutan pasca pembubaran BP Migas juga dinilai sarat muatan kepentingan kelompok. Kuntoro Mangkusubroto: Profesor dari ITB ini dikenal sudah malang melintang di birokrasi sejak era Orde Baru hingga saat ini. Sempat menjadi Dirut di Tambang Batubara Bukit Asam, PT Tambang Timah (sebelum menjadi PT Timah), Dirjen Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi hingga diangkat menjadi Menteri ESDM di akhir kepemimpinan Soeharto dan dilanjutkan pada era Habibie. Kuntoro sendiri dinilai tidak mampu memberantas mafia minyak dan tambang yang saat itu sudah marak. Posisinya sebagai ketua UKP4 yang notabene melakukan penilaian terhadap kinerja menteri di era SBY juga tidak memiliki prestasi besar dalam pemberatasan mafia di lingkaran birokrasi. Triharyo Indrawan Soesilo: Alumni ITB ini pernah menjabat sebagai Direktur Rekayasa Industri dan terakhir menjadi Komisaris Pertamina. Saat ia menjabat sebagai Komisaris tidak terdengar upaya-upaya nya yang signifikan dalam memperantas mafia minyak di tubuh pertamina dan institusi terkait. Banyak orang justeru melihat bahwa saat ia menjadi Komisaris, mafia minyak justeru terlihat leluasa melakukan kejahatan perminyakan. Arie Soemarno: Mantan Presiden Direktur Petral dan Dirut Pertamina sebelum Karen Agustiawan ini mencuat namanya dalam bursa Menteri energi setelah adiknya Rini Soemarno menjadi Kepala Rumah Transisi tim Jokowi-JK. Posisi Arie Soemarno baik di Pertral maupun di Pertamina menuai banyak kritik karena dinilai dirinya merupakan bagian dari Mafia Migas yang hendak diberantas oleh Jokowi-JK. Arie Soemarno pernah diperiksa KPK terkait kasus suap oleh Innospec. Ltd, perusahaan energi asal Inggris. Poltak Sitanggang: Alumnus UGM ini memiliki latar belakang pengusaha dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia. Aktif di Kadin dengan jabatan saat ini sebagai Ketua Komisi Tetap Mineral dan Energi Kadin Indonesia. Dalam berbagai kesempatan kerap mengeluarkan pernyataan keras kepada pemerintah dan aktif mengusulkan program 100 hari pemberantasan mafia migas dan penegakan kedaulatan energi di Indonesia. Poltak satu-satunya wajah baru yang bukan bagian dari Petral, Pertamina ataupun lingkaran birokrasi di Kementrian ESDM. Dinilai belum memiliki banyak pengalaman sebagai pejabat publik. Tumiran: Anggota dewan Energi Nasional ini merupakan akademisi dari UGM. DEN menjadi tulang punggung kebijakan energi pemerintahan SBY, namun dikritik karena atas rekomendasinya kenaikan BBM terjadi sebanyak 3 kali sepanjang pemerintahan SBY. Keterlibatan Tumiran dalam DEN sejak 2004 (awal pemerintahan SBY) hingga saat ini dinilai gagal mewujudkan kedaulatan energi nasional dan memangkas keberadaan mafia migas. Sebagai pakar kelistrikan pernyataan Tumiran dinilai oleh korban SUTET (Saluran Udara Tegangan Tinggi) se Indonesia sebagai penyebab hilangnya hak-hak rakyat korban SUTET. Menanggapi beredarnya nama-nama tersebut pengamat energi Bambang Setiawan, menilai, rekam jejak para kandidat penting untuk disampaikan agar publik dapat menilai kualitas masing-masing kandidat. "Untuk menjadi seorang Menteri ESDM harus berintegritas tinggi, paham betul kondisi pertambangan di Indonesia, dan tangguh. Juga harus berani membuat terobosan baru, termasuk berani menyinergikan kinerja di antara lembaga pemerintahan, termasuk lembaga legislatif. "Harus ada terobosan yang multisektor," kata Bambang dalam keterangan persnya, Selasa (2/9). Sementara Direktur Soegeng Sarjadi School of Government, Fadjroel Rachman menilai pertarungan yang dalam bursa kandidat menteri saat ini mencerminkan 2 kelompok yang berbeda yang berada di lingkar Jokowi-JK.
"Wajah-wajah dan nama-nama lama muncul sebagai perwakilan dari kubu yang pro status quo, atau rezim lama yang ingin mempertahankan kondisi dan posisi mereka seperti sebelumnya," ujarnya. Ia menyebutkan nama seperti Kuntoro, Arie Soemarno, maupun Karen sekalipun sebagai orang lama di lingkaran ESDM. "Toh mafia migas masih ada saat mereka menjadi pengambil keputusan disana," tegasnya. Sementara wajah-wajah baru menurut Fadjroel relatif mewakili kubu perubahan. "Yang ingin memperjuangkan cita-cita soal kedaulatan energi, pemeberantasan mafia migas dan ingin kesejahteraan rakyat terwujud lewat berlimpahnya SDA kita di sektor ini," ujarnya. (Muhammad Zulfikar) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia