JAKARTA. Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2013 yang mewajibkan peningkatan pemanfaatan biodiesel di sektor transportasi, industri, komersial dan pembangkit listrik. Kewajiban yang mulai dilaksanakan September 2013 ini, hingga akhir tahun, ditargetkan dapat menghemat impor BBM jenis Solar sebesar 1,3 juta KL dan tahun 2014 sebesar 4,4 juta KL. “Sehingga dalam satu tahun ke depan terjadi penurunan impor BBM jenis Solar sebesar 5,6 juta KL atau memberikan penghematan devisa sebesar US$ 4.096 juta,” kata Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo dalam siaran pers ESDM. Penerbitan aturan ini merupakan salah satu paket kebijakan ekonomi guna memperbaiki defisit transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Biofuel terdiri dari biodiesel (substitusi solar), bioethanol (substitusi bensin) dan minyak nabati murni- Pure Plant Oil/PPO (substitusi BBM pada pembangkit listrik berbasis bahan bakar minyak-PLTD). Untuk memastikan pelaksanaan aturan ini berjalan lancar, pemerintah akan meningkatkan koordinasi lintas sektoral antara Ditjen EBTKE, Ditjen Migas, BPH Migas, Ditjen Ketenagalistrikan, Ditjen Minerba, dan kementerian/lembaga terkait; khususnya dalam hal law enforcement dan pengawasan pelaksanaannya di lapangan. Bagi para pelaku usaha yang tidak mengindahkan kewajiban pemanfaatan BBN akan dikenakan sanksi, mulai dari peringatan tertulis hingga pencabutan izin usaha yang bersangkutan. Saat ini, kapasitas terpasang biodiesel telah mencapai 5,6 juta kL/tahun dari 25 produsen biodiesel yang memiliki izin usaha niaga BBN. Sebesar 4,5 juta kL/tahun di antaranya telah siap berproduksi. Sementara itu, kapasitas produksi bioetanol tercatat sebesar 416 ribu kL/tahun dari 8 produsen bioetanol yang telah memiliki izin usaha niaga BBN, dan yang siap berproduksi mencapai 200 ribu Kl/tahun. Produksi biodiesel di dalam negeri pada tahun 2012 sebesar 2,2 juta KL, atau meningkat 4 kali lipat dari tahun 2010 yang hanya sekitar 500 ribu KL. Sedangkan pada tahun berjalan (per tanggal 11 Agustus 2013), produksi biodiesel telah mencapai 954 ribu KL dan yang dimanfaatkan di dalam negeri sebesar 462 ribu KL. Menurut Susilo, produksi dan pemanfaatan biodiesel tersebut memang menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Apalagi setelah pemerintah mulai meningkatkan volume pencampuran biodiesel pada minyak solar menjadi 7,5% pada awal 2012 dari sebelumnya hanya 5%. Namun jika dilihat dari kapasitas terpasang industri biodiesel nasional yang mencapai 5,6 juta kL/tahun, pemanfaatan biodiesel di dalam negeri masih sangat kecil dan memiliki peluang untuk dioptimalkan.
Wajib biodiesel, impor solar akan turun 1,3 jt KL
JAKARTA. Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2013 yang mewajibkan peningkatan pemanfaatan biodiesel di sektor transportasi, industri, komersial dan pembangkit listrik. Kewajiban yang mulai dilaksanakan September 2013 ini, hingga akhir tahun, ditargetkan dapat menghemat impor BBM jenis Solar sebesar 1,3 juta KL dan tahun 2014 sebesar 4,4 juta KL. “Sehingga dalam satu tahun ke depan terjadi penurunan impor BBM jenis Solar sebesar 5,6 juta KL atau memberikan penghematan devisa sebesar US$ 4.096 juta,” kata Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo dalam siaran pers ESDM. Penerbitan aturan ini merupakan salah satu paket kebijakan ekonomi guna memperbaiki defisit transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Biofuel terdiri dari biodiesel (substitusi solar), bioethanol (substitusi bensin) dan minyak nabati murni- Pure Plant Oil/PPO (substitusi BBM pada pembangkit listrik berbasis bahan bakar minyak-PLTD). Untuk memastikan pelaksanaan aturan ini berjalan lancar, pemerintah akan meningkatkan koordinasi lintas sektoral antara Ditjen EBTKE, Ditjen Migas, BPH Migas, Ditjen Ketenagalistrikan, Ditjen Minerba, dan kementerian/lembaga terkait; khususnya dalam hal law enforcement dan pengawasan pelaksanaannya di lapangan. Bagi para pelaku usaha yang tidak mengindahkan kewajiban pemanfaatan BBN akan dikenakan sanksi, mulai dari peringatan tertulis hingga pencabutan izin usaha yang bersangkutan. Saat ini, kapasitas terpasang biodiesel telah mencapai 5,6 juta kL/tahun dari 25 produsen biodiesel yang memiliki izin usaha niaga BBN. Sebesar 4,5 juta kL/tahun di antaranya telah siap berproduksi. Sementara itu, kapasitas produksi bioetanol tercatat sebesar 416 ribu kL/tahun dari 8 produsen bioetanol yang telah memiliki izin usaha niaga BBN, dan yang siap berproduksi mencapai 200 ribu Kl/tahun. Produksi biodiesel di dalam negeri pada tahun 2012 sebesar 2,2 juta KL, atau meningkat 4 kali lipat dari tahun 2010 yang hanya sekitar 500 ribu KL. Sedangkan pada tahun berjalan (per tanggal 11 Agustus 2013), produksi biodiesel telah mencapai 954 ribu KL dan yang dimanfaatkan di dalam negeri sebesar 462 ribu KL. Menurut Susilo, produksi dan pemanfaatan biodiesel tersebut memang menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Apalagi setelah pemerintah mulai meningkatkan volume pencampuran biodiesel pada minyak solar menjadi 7,5% pada awal 2012 dari sebelumnya hanya 5%. Namun jika dilihat dari kapasitas terpasang industri biodiesel nasional yang mencapai 5,6 juta kL/tahun, pemanfaatan biodiesel di dalam negeri masih sangat kecil dan memiliki peluang untuk dioptimalkan.