Wajib hedging, BUMN harus hitung kebutuhan valas



JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berkomitmen menjalankan program Bank Indonesia (BI) yang mewajibkan lindung nilai atau hedging bagi korporasi pemilik utang di luar negeri. Kementerian BUMN meminta perusahaan plat merah menghitung kebutuhan mata uang asing. 

Menteri BUMN Rini Soemarmo menegaskan, hedging bagi BUMN sudah mendesak dilakukan. Jika tidak, kebutuhan dollar akan membebani perekonomian nasional. Cadangan devisa bisa tergerus akibat risiko kurs.

Namun pelaksanaan hedging harus dengan perhitungan yang matang. "Harus dihitung berapa kebutuhan dollar AS masing-masing perusahaan," ujar Rini, pekan lalu di Istana Negara, Jakarta.


Terutama untuk BUMN yang membutuhkan dollar paling besar, seperti PT Pertamina. Nah, kebutuhan dollar AS dari masing-masing BUMN itu harus disesuaikan dengan persediaan dan kemampuan cover hedging BI.

Setelah mendapat laporan kebutuhan mata uang asing, Kementerian BUMN akan melakukan penjadwalan masing-masing perusahaan untuk hedging. Penjadwalan agar hedging berjalan efektif.

Rini menegaskan, perusahaan BUMN sudah tidak memiliki alasan lagi untuk menghindari hedging. Terlebih, sekarang sudah ada jaminan kepastian hukum bahwa metode hedging tidak merugikan keuangan negara.

Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko mengatakan penjadwalan hedging merupakan pelaksanaan teknis. Tetapi yang lebih penting adalah memastikan, hedging berjalan. Karena kebutuhan dollar untuk memenuhi impor setiap tahunnya membebani kurs.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia