JAKARTA. Setelah lima tahun ketentuan wajib menyertakan dokumen letter of credit (L/C) dalam kegiatan ekspor dicabut, tahun ini pemerintahan Joko Widodo memutuskan memberlakukannya kembali. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 4 Tahun 2015 yang mewajibkan ekspor produk strategis menggunakan L/C. Awalnya Kementerian Perdagangan mewajibkan empat produk ekspor mengikuti aturan wajib L/C. Keempatnya adalah, minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (CPKO), mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi. Namun belakangan pemerintah mengecualikan ketentuan wajib L/C terhadap keempat komoditas tersebut selama memenuhi syarat yang ditetapkan. Meskipun telah diberi celah agar pengusaha keempat komoditas tersebut mendapatkan pengecualian, namun para pengusaha masih keberatan terhadap beleid baru tersebut. Salah satunya, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI). Asosiasi ini meminta pemerintah mengevaluasi kembali kebijakan itu manakala tidak sesuai tujuannya, yakni memperbaiki catatan ekspor dalam negeri.
Wajib L/C menekan emiten batubara
JAKARTA. Setelah lima tahun ketentuan wajib menyertakan dokumen letter of credit (L/C) dalam kegiatan ekspor dicabut, tahun ini pemerintahan Joko Widodo memutuskan memberlakukannya kembali. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 4 Tahun 2015 yang mewajibkan ekspor produk strategis menggunakan L/C. Awalnya Kementerian Perdagangan mewajibkan empat produk ekspor mengikuti aturan wajib L/C. Keempatnya adalah, minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (CPKO), mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi. Namun belakangan pemerintah mengecualikan ketentuan wajib L/C terhadap keempat komoditas tersebut selama memenuhi syarat yang ditetapkan. Meskipun telah diberi celah agar pengusaha keempat komoditas tersebut mendapatkan pengecualian, namun para pengusaha masih keberatan terhadap beleid baru tersebut. Salah satunya, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI). Asosiasi ini meminta pemerintah mengevaluasi kembali kebijakan itu manakala tidak sesuai tujuannya, yakni memperbaiki catatan ekspor dalam negeri.